Etika dan Budi Pekerti
Etika adalah
bagian filsafat yang meliputi hidup baik,menjadi orang yang baik, berbuat baik
dan menginginkan hal-hal yang baik dalam hidup.
Kata ”Etika” menunjukkan dua hal, yang
pertama: disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilia dan pembenaran nya.
Kedua: pokok permasalahan disiplin ilmuitu sendiri yaitu nilai-nilai hidup kita
yang sesungguhnya dan hukum-hukum tingkah laku kita.
Etika berasal dan bahasa Inggris
Ethics, artinya pengertian, ukuran tingkah laku atau perilaku manusia yang
baik, yakni tindakan yang tepat yang harus dilaksanakan oleh manusia sesuai
dengan moral pada umumnya.
Etika berasal dan bahasa Latin Mos atau
Mores (jamak), artinya moral, yang berarti juga adat, kebiasaan, sehingga makna
kata moral dan etika adalah sama, hanya bahasa asalnya berbeda.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia
(Poerwadarminta, 1953), Etika artinya ilmu pengetahuan tentang azas-azas akhlak
(moral). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1982) etika
mengandung arti:
- Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk tentang hak dan kewajiban moral.
- Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
- Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Bertens merumuskan kata etika
sebagai berikut :
- Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma- norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, arti ini bisa dirumuskan sebagai sistem nilai. Sistem nilai bisa berfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
- Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud disini adalah kode etik.
- Etika mempunyai arti ilmu tentang apa yang baik atau buruk.
Pengertian
budi pekerti dapat dikaji dari berbagai sudut pandang, antara lain secara
etimologi (asalusul kata), leksikal (kamus), konsepsional (teori) dan
operasional(praktis).
Secara etimologi budi pekerti terdiri dari dua unsur kata, yaitu budi dan pekerti. Budi dalam bahasa sangsekerta berarti kesadaran, budi, pengertian, pikiran dan kecerdasan. Kata pekerti berarti aktualisasi, penampilan, pelaksanaan atau perilaku. Dengan demikian budi pekerti berarti kesadaran yang ditampilkan oleh seseorang dalam berprilaku. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) istilah budi pekerti diartikan sebagai tingkahlaku, perangai, akhlak dan watak. Budi pekerti dalam bahasa Arab disebut dengan akhlak, dalam kosa kata latin dikenal dengan istilah etika dan dalam bahasa Inggris disebut ethics. Senada dengan itu Balitbang Dikbud (1995) menjelaskan bahwa budi pekerti secara konsepsional adalah budi yang dipekertikan (dioperasionalkan, diaktualisasikanataudilaksanakan) dalam kehidupan sehari-hari dalam kehidupan pribadi, sekolah, masyarakat, bangsa dan negara. Budi pekerti secara operasional merupakan suatu prilaku positif yang dilakukan melalui kebiasaan. Artinya seseorang diajarkan sesuatu yang baik mulai dari masa kecil sampai dewasa melalui latihan-latihan, misalnya cara berpakaian, cara berbicara, cara menyapa dan menghormati orang lain, cara bersikap menghadapi tamu, cara makan dan minum, cara masuk dan keluar rumah dan sebagainya. Pendidikan budi pekerti sering juga diasosiasikan dengan tata krama yang berisikan kebiasaan sopan santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia. Tata karma terdiri atas kata tata dan krama. Tata berarti adat, norma, aturan. Krama sopan santun, kelakukan, tindakan perbuatan. Dengan demikian tata karma berarti adat sopan santun menjadi bagian dari kehidupan manusia.
Secara etimologi budi pekerti terdiri dari dua unsur kata, yaitu budi dan pekerti. Budi dalam bahasa sangsekerta berarti kesadaran, budi, pengertian, pikiran dan kecerdasan. Kata pekerti berarti aktualisasi, penampilan, pelaksanaan atau perilaku. Dengan demikian budi pekerti berarti kesadaran yang ditampilkan oleh seseorang dalam berprilaku. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) istilah budi pekerti diartikan sebagai tingkahlaku, perangai, akhlak dan watak. Budi pekerti dalam bahasa Arab disebut dengan akhlak, dalam kosa kata latin dikenal dengan istilah etika dan dalam bahasa Inggris disebut ethics. Senada dengan itu Balitbang Dikbud (1995) menjelaskan bahwa budi pekerti secara konsepsional adalah budi yang dipekertikan (dioperasionalkan, diaktualisasikanataudilaksanakan) dalam kehidupan sehari-hari dalam kehidupan pribadi, sekolah, masyarakat, bangsa dan negara. Budi pekerti secara operasional merupakan suatu prilaku positif yang dilakukan melalui kebiasaan. Artinya seseorang diajarkan sesuatu yang baik mulai dari masa kecil sampai dewasa melalui latihan-latihan, misalnya cara berpakaian, cara berbicara, cara menyapa dan menghormati orang lain, cara bersikap menghadapi tamu, cara makan dan minum, cara masuk dan keluar rumah dan sebagainya. Pendidikan budi pekerti sering juga diasosiasikan dengan tata krama yang berisikan kebiasaan sopan santun yang disepakati dalam lingkungan pergaulan antar manusia. Tata karma terdiri atas kata tata dan krama. Tata berarti adat, norma, aturan. Krama sopan santun, kelakukan, tindakan perbuatan. Dengan demikian tata karma berarti adat sopan santun menjadi bagian dari kehidupan manusia.
Pengertian pendidikan budi pekerti. Pentingnya
nilai akhlak, moral serta budi luhur bagi semua warga Negara kiranya tidak
perlu
diingkari.
Negara atau suatu bangsa bias runtuh
karena pejabat dan sebagian rakyatnya berperilaku tidak bermoral.
Perilaku amoral akan memunculkan kerusuhan, keonaran, penyimpangan dan
lain-lain yang menyebabkan kehancuran suatu bangsa. Mereka tidak memiliki
pegangan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.Oleh karenaitu, nilai perlu
diajarkan agar generasi sekarang dan yang akandatang mampu berperilaku sesuai
dengan moral yang diharapkan.
Pengertianpendidikanbudipekerti menurut Haidar (2004) adalah usaha
sadar yang dilakukan dalam rangka menanamkan atau menginternalisasikan
nilai-nilai moral ke dalam sikap dan prilakupesertadidik agar memiliki sikap
dan prilaku yang luhur (berakhlakul karimah) dalam kehidupan sehari-hari, baik
dalam berinteraksi dengan Tuhan, dengan sesame manusia maupun dengan
alam/lingkungan.
Tujuan pendidikan Budi Pekerti adalah
untuk mengembangkan nilai, sikap dan prilaku siswa yang memancarkan akhlak
mulia/budi pekerti luhur (Haidar, 2004). Hal ini mengandung arti bahwa dalam
pendidikan Budi Pekerti, nilai-nilai yang ingin dibentuk adalah nilai-nilai
akhlak yang mulia, yaitu tertanamnya nilai-nilai akhlak yang mulia ke dalam
diri pesertadidik yang kemudian terwujud dalam tingkahlakunya.
Dasar Perkembangan Pemikiran Etika
dan Budi Pekerti
Istilah “etika”
berasal dan bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal
mempunyai arti kebiasaan-kebiasaan tingkah laku manusia; adat, ahlak, watak,
perasaan; sikap; dan cara berfikir. Dalam bentuk jamak ta etha mempunyai
adat kebiasaan. Menurut filsuf Yunani Aristoteles, istilah etika sudah dipakai
untuk menunjukkan filsafat/moral. Sehingga berdasarkan asal usul kata, maka
etika berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasaan.
Perkembangan
Pemikiran Budi Pekerti
Kalau kita runut dari sejarahnya,
masalah budi pekerti telah lama menjadi masalah hidup manusia. Seperti
tercermin pada lempengan tanah liat tersebut, yang menurut beberapa pakar
sejarah dijelaskan secara rinci faktor penyebabnya, yaitu berassal dari zaman
babilonia dengan memperhatikan aspek politik yang disebut-sebut itu menunjukkan
bahwa system pemerintahan Negara kurang baik. Sehingga mengakibatkan
kesengsaraan bagi rakyatnya.
Pembahasan filosofis tentang budi
pekerti khususnya dari segi pendidikan moral sebagaimana dikemukakan oleh
Klipatrick terus berkembang dengan berbagai pendapat dan aspek budi pekerti itu
sendiri. Ia mengutib beberapa pendapat tentang hal ini, baik yang
menyangkut perkembangan maupun latar belakang sulitnya pengembangan budi
pekerti, melalui budi pekerti di sekolah yang ditempuh melalui proses panjang
itu dapat menghasilkan semangat pada diri siswa untuk membrontak
atau melawan tatanan budipekerti. Salah satu penyebabnya adalah siswa
mencampakkan norma moral atau budipekerti yang diajarkan dalam himpuanan
pemerintah dan lainnya. Keadaan ini menjadikan siswa melawan norma yang
disebabkan oleh hal mendasar, yaitu siswa tidak percaya lagi kepada norma
(moral) yang ternyata tidak dapat mengatasi masalah kemasyarakatan yang terus
berkembang, bahkan kenyataan di masyarakat malah menjadi hal yang
sebaliknya. Singkat kata norma juga menyeret kewibawaan pendidik.
Lebih lanjut
Kliipartick menyatakan bahwa budi pekerti seseorang dapat dikembangkan dengan
menggunakan landasan kemampuan dan kebiasaan hidup yang itu berdasarkan norma
masyarakat tempat hidupnya.Nokatinilah
yang menjadi norma masyarakat inilah yang menjadi acuan bagi aktivitas
seseorang termasuk di dalamnya cita - cita hidup, cara yang ditempuh untuk
mencapai keinginan dan kemauan bekerjasama dengan orang lain dalam masyarakat.
Kegiatan dalam masyarakat ini mengikat sikap untuk mencapai kebahagiaan.
Kebahagiaan itu tidak bersifat umum melainkan terukur untuk diri sendiri yang
bersifat unik dan tidak ternilai harganya sepanjang selaras dengan norma moral
masyarakat.
Ada juga yang mengatakan bahwa
istilah budi atau moral dalam pengertian yang terluas adalah pendidikan. Dengan
kata lain budi pekerti mempelajari arti diri sendiri dan penerapan arti diri
sendiri itu dalam bentuk tindakan. Penerapan tindakan budi pekerti memperoleh
pengalaman tentang dunia nyata atau lingkungan hidup yang sangat berperan dalam
pembelajaran budi pekerti. Tanpa penerapan tersebut akan berakibat kurang
terpenuhnya persyaratan pendidikan budi pekerti, karena seseorang tidak
terpenuhi komisi hidup sosialnya dengan akibat lebih jauh kurang berkembangnya
budi pekerti seseorang.
Prinsip – prinsip Dasar Pemikiran
Pendidikan Budi Pekerti
Prinsip – prinsipdasarpemikiranbudipekerti, diantaranyaadalahsebagaiberikut :
- Menggunakan nilai utama etika sebagai dasar pendidikan budi pekerti yang baik
- Budi pekerti yang harus didefinisikan secara konferahansif pada cara berfikir perasaan dan perilaku.
- Pendidikan budi pekerti yang efektif sebaiknya merupakan pendekatan yang terencana, proaktif dan menyeluruh yang mengarah pada nilai- nilai dasar pada setiap tingkatan dari kehidupan sekolah.
- Sekolah harus menjadi sebuah komunitas yang peduli.
- Untuk membangun budi pekerti siswa membutuhkan kesempatan dalam melakukan tindakan dari kehidupan sekolah.
- Pendidikan budi pekerti yang efektif seharusnya bermakna dan kurikulum dapat membantu siswa dalam kesuksesannya
- Pendidikan budi pekerti harus dapat mendorong siswa untuk mengembangkan motifasi dalam diri siswa
- Seluruh staf harus menjadi komunitas pembelajaran dan komunitas moral, sama – sama bertanggung jawab dalam pendidikan budi pekerti dan menjalankan nilai – nilai dasar yang sama untuk dapat memandu pendidikan para siswa.
- Pendidikan budi pekerti membutuhkan pembagian dukungan dan tanggungjawab.
- Sekolah harus melibatkan orang tua dan anggota komunitas sebagai rekanan utama dalam upaya pengembangan budi pekerti.
- Evaluasi pendidikan budi pekerti harus dapat mengukur budi pekerti sekolah, staf dan seberapa siswa mengimplementasikan budi pekerti yang dibangun.
Pilar
pendidikan budi pekerti sesuai dengan prinsip pertama, perlu adanya nilai –
nilai dalam pendidikan budi pekerti yang menjadi dasar pemahaman dan
pengembangan serta dasar tindakan seluruh komponen sekolah yaitu :
1. Dapat dipercaya
2. Bertanggung jawab
3. Menghormati
4. Sportif, adil
5. Perhatian, peduli
6. Cinta tanah air
Tujuan
pendidikan budi pekerti, keseimbangan dari siswa melalui nilai – nilai moral,
mampu menjalin hubungan antar individu dan dapat berkontribusi terhadap
lingkungan yang lebih.
Pemahaman Etika menurut Aristoteles dan Immanuel Kant
MENURUT ARISTOTELES
Etika adalah Ilmu yang membahas
perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran
manusia.
Istilah lain yang iden¬tik dengan
etika, yaitu:
- Susila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su).
- Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
Filsuf Aristoteles, dalam bukunya
Etika Nikomacheia, menjelas¬kan tentang pembahasan Etika, sebagai berikut :
- Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia.
- Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
Pengertian dan definisi Etika dari
para filsuf atau ahli berbeda dalam pokok perhatiannya; antara lain:
- Merupakan prinsip-prinsip moral yang termasuk ilmu tentang kebaikan dan sifat dari hak (The principles of morality, including the science of good and the nature of the right)
- Pedoman perilaku, yang diakui berkaitan dengan memperhatikan bagian utama dari kegiatan manusia. (The rules of conduct, recognize in respect to a particular class of human actions)
- Ilmu watak manusia yang ideal, dan prinsip-prinsip moral seba¬gai individual. (The science of human character in its ideal state, and moral principles as of an individual)
- Merupakan ilmu mengenai suatu kewajiban (The science of duty)
- Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.
- Menurut Aristoteles: di dalam bukunya yang berjudul Etika Nikomacheia, Pengertian etika dibagi menjadi dua yaitu, Terminius Technicus yang artinya etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia. dan yang kedua yaitu, Manner dan Custom yang artinya membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (in herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
Ajaran Tentang
Etika
Aristoteles mengembangkan ajaran
filsafat tentag etika.atik aristoteles pada dasarnya serupa dengan etik
sokrates dan plato.tujuannya mencapai eudaemonia, kebahagiaan sebagai “barang
yang tertinggi ”dalam kehidupan.akan tetapi,ia memahaminya secr realistik dan
sederhana, ia tidak bertanya tentang budi dan berlakunya seperti yang
dikemukakan oleh sokrates. Ia tidak pula menuju pengetahuan tentang idea yang
kekal dan tidak berubah-ubah, tentang idea kebaikan, seperti yang ditegaskan
oleh plato. Ia menuju kepada kebaikan yang tercapai oleh manusia sesuai dengan
gendernya, derajatnya, kedudukannya, atau pekerjaannya. Tujuan hidup, katanya ,tidaklah
mencapai kebaikan untuk kebaikan, melainkan merasai kebahagian. Untuk seorang
dokter, kesehatannlah yang baik, baik bagi seorang pejuang kemenanganlah yang
baik, dan bagi seorang pengusaha, kemakmuranlah yang baik. Yang menjadi ukuran
gunanya yang praktis tujuan kita bkan mengetahui, melainkan berbuat.bukan untuk
mengetahui apa budi itu, melainkan supaya kita menjadi orang yang
berbudi.
Dalam penjelasan sebelumnya kita
sudah mengetahui bahwa aristoteles telah menguraikan pendiriannya tentang
etika dalam tiga karya yaitu Ethica nicomachea, Ethica eudemia dan magna
moralia. Karya terakhir ini umumnya tidak di anggap otentik. Otentisitas Ethica
eudemia pada awalnya sering kali di persoalkan, tetapi sekarang sudah
tercapai konsensus antara para ahli mengenai otentisitasnya. Tetapi
Ethica nicomachea agaknya di tulis aristoteles pada usia lebih tua
daripada Ethica eudemia, sehingga dapat di simpulkan bahwa dalam Ethica
nicomachea kita dapat menemukan pemikiran aristoteles yang lebih matang dalam
bidang etika. Dalam buku ini ada empat hal penting yang dapat di ambil dari
ajaran aristoteles tentang etika yaitu :
a. Kebahagiaan sebagai tujuan
Dalam
segala perbuatannya manusia mengejar suatu tujuan.Ia mencari sesuatu yang baik
baginya tetapi ada bannyak macam aktivitas manusia yang terarah pada
macam-macam tujuan tersebut. Dan menurut aristoteles tujuan yang tertinggi
ialah kebahagiaan (eudaimonia). Disini dapat di catat pula bahwa terjemahan
“kebahagian” sebetulnya sedikit pincang untuk menyalin eudaimonia ke dalam
bahasa indonesia. Dengan kata eudaimonia orang yunani tidak memaksudkan suatu
perasaan subjektif, tetapi suatu keadaan manusia yang bersifat demikian
sehingga segala yang harus ada padanya terdaapat pada manusiaa
(“well-being”).Dengan pemapaaran tadi maka sudah jelas bahwa yang di maksudkan
dengan etika adalah cabang filsafat yang sifatnya praktis bukan teoritis.
Dalam mencapai tujuan ini
aristoteles memberikan pendapatnya tentang tiga hal yang perlu dipenuhi untuk
mencapai kebahagiaan hidup:
- Manusia harus memiliki harta secukupnya, supaya hidupnya terpelihara. Kemiskinan mengakibatkan perilaku rendah bagi manusia, memaksa ia menjadi loba.milik membebaskan ia daari kesengsaraan dan keinginan yang meluap, sehingga ia menjadi orang yang berbudi.
- Alat yang terbaik untuk mencapai kebahagiaan ialah persahabatan .menurut aristoteles, persahabatn lebih penting daripada keadilan. Sebab, kalau orang-orang bersahabat,dengan sendirinya keadilan timbul antara mereka.seorang sahabat sama dengan satu jiwa dalam dua orang. Cuma persahabatan lebih mudah tercapai antara orang yang srdikit jumlahnya dari antara orang banyak.semua kita adalah sahabat maka tidak akan ada kemiskinan, karena sahabatnya yang kaya telah meghilangkan kemiskinannya.
- Keadilan. Keadilan disini mempunyai dua pengertian. Pertama, keadilan dalam arti pembagian barang-barang yang seimbang, relative sama menurut keadaan masing-masing. Kedua, keadilan dalam arti memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan.Misalnya, perjanjian mengganti kerugian.ini keadilan menurut hukum.
b. Kebahagiaan menurut isinya
Jika kita
berasumsi bahwa kebahagian merupakan tujuan yang tertinggi dalam hidup
manusia.Maka perkataan ini perlu di klarifikasi kembali, karena hal ini terkait
dengan berbagai pendapat manusia tentang kebahagiaan itu sendiri.Ada yang
mengatakan bahwa kekayaan itu kebahagiaan, ada yang mengatakan kesehatan itu
kebahagiaan, bahkan suatu kebahagiaan adalah ketika kita di hormati oleh
sesama.
Manusia
hanya di sebut bahagia jika ia menjalankan aktivitanya dengan baik. Atau,
seperti di rumuskan oleh aristoteles sendiri, supaya manusia bahagia ia haarus
menjalankan aktivitasnya “menurut keutamaan”. Hanya pemikiran yang di sertai
dengan keutamaan (arete) dapat membuat manusia menjadi bahagia.Keutamaan
menurut rasio, tetapi juga manusia seluruhnya.Manusia bukan hanya makhluk
intelektual, melainkan juga makhluk yang mempunyai perasaan-perasaan,
keinginan-keinginan, nafsu-nafsu, dan lain sebagainya. Dari sebab itu,
sebagaimana yang akan di terangkan sebentar lagi, menurut aristoteles terdapat
dua macam keutamaa: keutamaaan intelektual dan keutamaan moral.
Akan
tetapi dalam hubungannya antara keutamaan dan kebahagian aristoteles
beranggapan bahwa manusia belum di katakan bahagia jika manusia menjalankan
pikirannya dengan keutamaan dalam waktu yang relatif singkat atau
sesekali saja. Menurut ia manusia bisa di katakan bahagia seutuhnya jika
manusia itu dapat menjalankan pemikirannya dengan disertai keutamaan
dalam jangka waktuyang yang cukup panjang. Dengan lain perkataa,
kebahagian itu adalah ketika manusia sudah sampai pada keadaan yang bersifat
stabil (tetap).
Selain
dalam uraian di atas, masih ada beberapa unsur lagi yang bisa membuat manusia
meskipun unsur-unsur ini bukan termasuk pada hakikat kebahagiaan itu
sendiri.Agar manusia benar-benar mendapatkan kebahagiaan yang utuh maka perlu
juga bahwa dia (manusia) harus merasakan senang dalam menjalankan kebahagian
seperti yang sudah di jelaskan di atas.Jadi, mesti ada kesenangan atau rasa
bahagia yang subjektif. Dan perlu di garis bawahi kebahagiaan tidak dapat di
samakan dengan kesenangan, aristoteles menolak hedonisme, akan tetapi ia
mengakui bahwa kebahagiaan tidak akan sempurna jika tidak di sertai kesenangan
(hedonis). Selain dari kesenagan yang sifatnya batiniah, maka dalam
penyempuraan kebahagian di perlukan juga kesengan yang sifanya lahiriah,
seperti misalnya kesehatan, kesejahteraan ekonomi, sahabat-sahabat, keluarga,
penghormatan dan lain sebagainya. Pada dasarnya manusia yang kurang dari
beberapa hal yang sudah di sebutkan tadi maka akan sukar untuk mendapatgkan
kebahagiaan. Kan tetapi perlu di tekankan kembali bahwa kesengan dan unsur-usur
lahiriah tidak termasuk hakikat kebahagian itu sendiri melainkan hanya
merupakan syarat bagaimana kebahagiaan itu dapat di capai dan di
realisasikan.
Kontektualisasi Ajaran Aristoteles
Tentang Etika Terhadap Kehidupan Sekarang
Kondisi masyarakat kontemporer saat
ini sudah mulai di gelisahkan oleh berbagai problem kemanusiaan dan ekologi
sebagai dampak daru berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Kita
lihat misalnya dari semarakya seminar-seminar yang membahas tentang pemanasan
global, kerusakan sumber air, limbah nuklir dan sebagainya atau mungkin yang
lebih mutakhir munculnya dampak dampak dari limbah kebudayaan yang telah
mencemari hampir di seluruh kawasan dunia melalui cyberspace .adalah realitas
yang tak terbantahkan dari upaya manusia untuk mencari solusi dari permasalahan
tersebut.
Pemikiran aristoteles, dalam konteks
ini masih mempunyai relevansi pada dimensi-dimensi tertentu hal ini tentunya
untuk memberikan solusi terhadap persoalan persoalan yang telah di uraikan
tadi. Dalam persoalan persoalan ini, coba kita konteks kan ajaran etika
aristoteles tentang keutamaan(arete) dengan keadaan dunia kita saat ini, jika
ajaran ini di aplikasikan maka akan memberikan dampak yang sangat baik bagi
kehidupan manusia. Sebab, konsep yang di ajarkan oleh aristoteles tersebut
berusaha untuk memberikan bingkai dalam berperilaku (kebijakan praktis,
phronesis) dan berpikir (kebijaksanaan intelektual, sophia) bagi manusia, dalam
konteks sosial (human as zoon politicon) maupun individual (human as zoon logon
echon).
Pada aspek lain, pemikiran etik
aristoteles yang mengedepankan konsep aktus akan potensi, dapat di lihat
sebagai upaya strategis untuk ethos pengembangan diri manusia. Kebahagiaan
manusia tidak di ukur oleh bagaimana kita mengejar nikmat (hedonis) tapi
tergantung pada seberapa jauh kita telah mengaplikasikan da mengaktualisasikan
diri secara bijaksana. Dalam sebuah terminologi yang di berikan erich fromm:
kita bahagia bukan karena apa yang kita miliki melainkan karena keberadaan kita
dan sejauh aktualisasi potensi kita.
Berkenaan dengan pokok-pokok
pemikiran aristoteles tersebut, berikut dapat di berikan beberapa catatan kecil
sebagai berikut :
- Etika aristoteles yang mengedepankan aspek “kebahagiaan” sebagai finalitas tujuan hidup manusia pada satu sisi mempunyai kemiripan dengan konsep yang terdapat dalam agama islam. Bedanya, bahwa konsep kebahagiaan aristoteles berdimensi “kedisinian” sedangkan konsep kebahagiaan dalam islam mencakup juga dimensi “kedisanaan” atau eskatologis.
- Konsep jalan tengah (mesotes) yang di tawarkan sebagai hal keutamaan moral pada satu sisi terdapat kebenarannya wlaupun hal itu merupakan sesuatu yang menyederhanakan dimensi keutamaan moral. Hal tersebut tidak lain karena keutamaan moral mempunyai cakupan yang luas, tidak hanya mengedepankan aspek mesotes.
- Sebagai tokoh aliran teleologis, bagi aristoteles, tindakan adalah betul sejauh mengarah kepada kebahagiaan, dan salah sejauh mencegah kebahagiaan. Etika aristoteles ini dapat di golongkan kedalam egososialistik karena yang di utamakan adalah aspek kebahagiaan pelaku dan pada saat bersamaan ia ber-praxis, artinya berpartisipasi dalam menjalankan kehidupan warga polis.
- Berpijak dari pemikiran aristoteles bahwa upaya pengembangan diri manusia dapat di tempuh melalui proses self actualization atau aktualisasi diri manusia. Aktualisasi diri pada manusia , menurut aristoteles mencakup dua aspek yaitu aspek intelektual dan aspek sossial. Aspek intelektual dapat di tempuh dengan jalan ber-theoria yaitu mengembangkan secara maksimal kemampuan manusia sebagai makhluk yangt berfikir, sedag aspek sosial dapat di tempuh dengan jalan praxis yaitu mengembangkan potensi manusia sebagai mahluk sosial.
- Habitus (pembiasaan) adalah hal yang sangat penting dalam pembentukan keutamaan bagi manusia, secara intelektual maupun moral. Hal ini berarti bahwa dalam upaya pengembangan diri manusia pembiasaan untuk melakukan hal-hal yang utama dalam dimensi intelektual dan tindakan adalah hal yang niscaya. Hal ini berarti bahwa untuk membentuk manusia yang berkualitas membutuhkan waktu yang tak sebentar.
Pembentukan etika aristoteles
sebagaimana yang telah di uraikan di atas, meskipun di gagas pada masa klasik
ternyata ketika di kontektualisasikan pada zaman sekarang masih mempunyai
banyak relevansi dan patut di pertimbangkan bagi upaya pengembangan diri
manusia di zaman sekarang. Hal ini dapat kita cermati dari gagasan nya bahwa
pengembangan diri manusia baik sebagai makhluk yang berakal maupun makhluk
sosial.
VERSI
IMMANUEL KANT
Immauel
Kant (1724-1804) adalah seorang filosof Jerman yang berhasil menyatukan
pandangan Rasionalisme dan Empirisme lewat pemikirannya yang terkenal dengan
sintesis apriori. Menurutnya pengetahuan tidak murni berasal dari akal,
sebagaimana yang diungkapkan kaum rasionalis, namun pengetahuan juga tidak
selalu berdasarkan pengalaman inderawi. Filsafatnya juga dikenal dengan
kritisisme yang dilawankan dengan filsafat sebelumnya, yakni
dogmatisme.Tindakan kritis beliau yang sangat luar biasa sangat memberikan
sumbangan besar bagi dunia pengetahuan.
Untuk
memahami konsep pemikiran Immanuel Kant dalam etika, alangkah baiknya jika kita
juga sudah mengetahui metode yang di pakai Kant, yakni murni a priori.a priori
berarti sebelum pengalaman. Dalam artian ia masih murni belum
terkontaminasi oleh pengalaman atau pemikiran orang lain baik berupa nilai
budaya atau adat istiadat suatu masyarakat. Jadi metode Kant adalah murni
deduktif, tanpa memiliki perhatian terhadap pengalaman empiris. sehingga
dalam persoalan etika ini memnurutnya prinsip-prinsip moralitas tidak
tergantung pada pengalaman sama sekali. Melainkan benar-benar berasal dari
kehendak dalam diri, dalam hal ini disebut “ authonomi kehendak”. Jadi kehendak
dari dalam diri itulah yang nantinya memberikan hukum, bukan karena faktor dari
luar. Dan ia adalah satu-satunya sumber moralitas.
Kant juga membagi akal menjadi dua,
yakni akal teoritis (rasio murni)dan akal praktis (rasio praktis). Akal
teoritis membahas persoalan ada dan tiada, pengertian, dan berbagai persoalan
tentang epistemologisnya.Sedangkan akal praktis membahas persoalan suatu
tindakan, keharusan untuk melakukan sesuatu atau ketidakharusan melakukan
sesuatu dan berbagai persolan tentang etikanya. Bukan berarti keduanya
seakan-akan berdiri sendiri dan tidak mempengaruhi, justru pemikiran
Immanuel Kant dalam akal teoritis inilah yang nantinya akan sangat mempengaruhi
pandangannya dalam etika, misalnya saja dalam teori sintesis a priorinya.
Etika yang
digagas Immanuel Kant berbeda sekali dengan yang digagas oleh filosof
sebelumnya.Etika Kant secara hakiki merupakan etika kewajiban yang tidak
menuntut adanya kebahagiaan atau faktor-faktor emosi lainnya dari
luar.Kewajiban yang murni berasal dari kehendak kita untuk melakukannya tanpa
adanya pemaksaan.Selain itu, etika Kant tidak mengharuskan adanya konsekuensi
sebagaimana dalam utilitarianisme, justru Kant lebih mengutamakan adanya
konsistensi. Sebagaimana yang ia katakan “ consistency is the highest
obligation of a philosopher and yet the most rarely found”. Kant juga percaya
bahwa moral tidak dapat di sandarkan kepada kebhagiaan. Kita tidak akan pernah
tahu apa konsekuensi yang terjadi jika kita mengandalkan tindakan kita
semata-mata hanya untuk kebahagiaan
PRINSIP DAN LANDASAN
Dalam etika Immanuel ada beberapa
hal perlu diperhatikan, diantaranya adalah :
- Prinsip good will
- Konsep kewajiban (duty)
- Imperative hipotesis dan kategoris
- Prinsip subjektif/ maxim
- Good Will (kehendak baik) & kewajiban (duty)
Moralitas
menurut Kant tidak menyangkut hal yang baik dan buruk, melainkan baik pada
dirinya sendiri, tanpa pembatasan sama sekali. Kebaikan moral itu baik dari
semua sisi, tanpa ada pembatasan sama sekali. Secara mutlak kebaikkan itu
tetaplah baik, meskipun berkonsekuensi merugikan orang lain. Yang baik tanpa
adanya batasan sama sekali menurutnya hanyalah satu, yakni kehendak baik (good
will). Kehendak itu selalu baik dan dalam kebaikkannya tidak tergantung pada
sesuatu di luar.
Kehendak
baik yang dimaksud Kant adalah kehendak yang mau melakukan kewajiban (duty).
Manusia bukanlah roh murni, ia juga mahluk alami yang memiliki dorongan dan
terikan hawa nafsu, emosi, kecendrungan dan dorongan-dorongan batin. karena itu
manusia tidak hanya tertarik untuk melakukan perbuatan baik, namun ia
juga tertarik melakukan perbuatan jahat. Itulah sebabnya akal budi praktis
menyatakan diri dalam bentuk kewajiban. Seseorang dikatakan berkehandak baik
apabila ia berkehendak untuk melakukan kewajiban.
Ada tiga kemungkinan orang melakukan
kewajiban, yakni karena menguntungkan, dorongan dari hati/ belas kasihan dan
karena kewajiban.Menurut Kant hanya kehendak yang terakhir inilah yang
betul-betul bermoral.Melakukan perbuatan karena menguntungkan ataupun karena belas
kasihan itu disebut dengan legalitas.Secara lahiriah dua keadaan tersebut
memang ada kesesuaian antara kehendak dan kewajiban, tapi secara batin segi
kewajiban tidak memiliki peranan.Melakukan kewajiban karena mau memenuhi
kewajiban itulah yang disebut kehendak baik (good will) tanpa pembatasan.Itu
yang dimaksud dengan moralitas menurut Kant. [3] selain itu tindakan moral juga
harus bersifat sintetik a priori. jujur itu benar ; jujur itu a priori,
diketahui oleh semua orang dalam akal murni /pure reason , sedangkan
benar itu sintesis, karena konsep benar tidak terkandung di dalam konsep jujur.
Oleh karena itu ia termasuk sintesis a priori.
Dalam contoh kasus, misalnya saja
ketika sedang berlangsung ujian di kelas, ada temanmu yang pintar dan ia ingin
membantumu menyelesaikan soal-soal pertanyaan dengan memberikan kertas jawaban.
Jika kamu menolak atau mengabaikannya, berarti kamu melakukan tindakan yang
benar/ right.Meskipun mungkin saja kamu menolak menerima jawaban itu karena
takut ketahuan guru. Mencontek adalah perbutan buruk yang selamanya buruk,
walaupun disatu sisi ia menguntungkan karena bisa membuat nilaimu tinggi.
Kehendak baik lah yang akan mendorong kita untuk mengerjakan soal ujian
sendiri, tanpa bantuan contekan dari orang lain.
Di awal dijelaskan bahwa
Immanuel Kant bukanlah seorang consequentalist , dalam artian ia tidak
melihat konsekuensi dari suatu tindakan, ia adalah seorang yang konsisten bukan
konsekuen. Untuk mengukur moralitas seseorang , kita tidak boleh melihat pada hasil
perbuatannya, karena belum tentu hasil yang baik menunjukkan bahwa perbuatan
itu baik, sebagaimana yang terjadi pada kasus mencontek diatas, meskipun
nantinya ia mendapat nilai yang baik padahal di dapatkan dari perbuatan yang
tidak baik, yakni mencontek. Oleh karena itu menurut Kant, yang membuat
perbuatan manusia menjadi baik dalam artian moral bukanlah hasilnya, melainkan
karena kehendak baik yang menuntun untuk melakukan kewajiban.
Imperatif Hipotesis dan Kategoris
Imperatif adalah suatu bentuk perintah.
Kant memakai istilah imperatif dalam artian bukan sembarang perintah, melainkan
mengungkapkan sebuah keharusan (sollen) .perintah dalalm arti ini adalah
rasional, bukan karena paksaaan. Perintah yang dimaksud adalah perintah yang
berdasarkan suatu keharusan objektif, bukan paksaan melainkan pertimbangan yang
meyakinkan dan membuat kita taat.
Ada tigamacam perintah menurut Kant
:
Keharusan keterampilan yang bersifat
teknis, misalnya jika ingin menggunakan kendaraan, entah mobil atau motor,
diharuskan mengisi bensin terlebih dahulu
Keharusan kebijaksanaan pragmatis,
misalnya jika ingin mengurangi polusi udara, gunakanlah alat transportasi yang
bebas polusi, seperti sepeda.
Keharusan kategoris.misalnya selalu
berkata jujur, meskipun dalam keadaan terdesak.
Keharusan 1 dan 2 adalah
keharusan yang tidak mutlak, dalam artikan jika anda ingin menghendaki x maka
saya harus melakukan y. Jadi kedua keharusan itu dilakukan hanya
mempertimbangkan resikonya saja, bukan karena murni kewajiban itu sendiri. Inilah
yang disebut kant dengan “imperatif hipotesis”. Sedangkan keharusan yang ketiga
adalah keharusan yang mutlak, tanpa syarat. Imperatif ini mengharuskan kita
untuk melakukan apa yang wajib tanpa syarat dan bersifat niscaya yang disebut
juga “imperatif ketegoris”.
Salah satu bentuk imperatif
kategoris yang paling sederhana adalah “ betindaklah secara moral !” itulah
perintah atau kewajiban mutlak satu-satunya. Disitu terlihat bahwa moralitas
tidak tergantung pada berbagai konsekuensi perbuatan, melainkan berlaku dimana
saja, kapan saja, dalam situasi apa saja, tanpa terkecuali sama sekali. Adapun
rumusan imperatif kategoris Kant yang paling terkenal adalah “ bertindaklah
semata-mata menurut prinsip (maxim) yang dapat sekaligus kau kehendaki menjadi
hukum umum (universal)”
Maxim (prinsip subjektif)
Maxim adalah prinsip subjektif dalam
bertindak, sikap dasar hati orang dalam mengambil sikap-sikap dan
tindakan konkret. Maxim bukanlah segala macam peraturan atau pertimbangan, ia
adalah sikap-sikap dasar yang memberikan arah bersama kepada sejumlah
maksud dan tindakan konkret. Dimanapun kita berada itu tidak terlepas dari
suatu tindakan. Jenis tindakan apa yang kita pilih disesuaikan dengan keadaan.
Kita melakukan tindakan karena alasan.Ada yang ingin memutuskan suatu perkara
karena memang ingin membela kepentingan pribadinya, adapula yang tetap
memikirkan kepentingan orang lain, jadi maksim itu dapat baik dan juga tidak
baik.
Oleh karena itu untuk mengetahui
prinsip-prinsip mana yang bermoral dan mana yang tidak, kembali lagi ke dalam
imperatif kategoris. Rumusan itu mengatakan bahwa kita bertindak sesuai dengan
kewajiban yang sesuai dengan kehendak kita, namun hal itu tidak hanya
berlaku bagi kita melainkan berlaku bagi semua orang , semua mahluk rasional
yang ada di dunia. imperatif ini disebut juga prinsip penguniversalisalian. Ia
adalah suatu prinsip yang mana suatu tindakan dapat dinyatakan benar jika ia
memang dapat diberlakukan kepada semua orang.
Kant merumuskan tiga macam imperatif
kategoris :
- Hukum universalMengingat kedaan realitas menurut hukum umum dalam pengertian formal Kant adalah sama dengan alam, maka imperatif kategoris juga berbunyi “ bertindaklah demikian seakan-akan maksim tindakanmu dapat, melalui kehendakmu, menjdi hukum alam umum”
- Manusia merupakan tujuan dirinya sendiriImperatif kategorisnya berubah bentuk menjadi “ bertindaklah sedemikian rupa, sehingga engkau memakai umat manusia, baik dalam pribadimu, maupun dalam pribadi setiap orang lain, selalu juga sebagai tujuan, tidak pernah hanya sebagai sarana.” Dalam hal ini dalam kehidupan sehari-hari kita juga pastinya berinteraksi dengan orang lain (hablumminannaas) yang mana kita harus perlakukan manusia dengan baik.
- Berbuat seperti dalam kerajaan TuhanImperatif kategorisnya berbunyi “ semua maksim dari perundangan sendiri harus dapat dicocokkan menjadi satu kerajaan tujuan yang mungkin, satu kerajaan alam.” Dari berbagai prinsip dan landasan etika kant yang disebutkan di atas, Menurut saya, inilah peta pemikiran etika Kant.
Faktor-Faktor yang Melandasi Etika
Faktor-faktor yang melandasi etika adalah meliputi hal tersebut dibawah
ini:
- Nilai-nilai atau value.
- Norma.
- Sosial budaya, dibangun oleh konstruksi sosial dan dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi.
- Religius :
- Agama mempunyai hubungan erat dengan moral.
- Agama merupakan motivasi terkuat perilaku moral atau etik.
- Agama merupakan salah satu sumber nilai dan norma etis yang paling penting.
- Setiap agama mengandung ajaran moral yang menjadi pegangan bagi perilaku para anggotanya.
- Kebijakan atau policy maker, siapa stake holders nya dan / bagaimana kebijakan yang dibuat sangat berpengaruh atau mewarnai etika maupun kode etik.
Terdapat tiga pembagian mengenai etika, yaitu sebagai
berikut :
a.
Etika deskriptif
Etika
deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat
kebiasaan, anggapan-anggapan tentang baik buruk, tindakan-tindakan yang
diperbolehkan atau tidak diperbolehkan. Etika deskriptif tidak memberi
penilaian tetapi menggambarkan moralitas pada individu-individu tertentu,
kebudayaan atau subkultur tertentu dalam kurun waktu tertentu.
b.
Etika normatif
Pada etika normatif terjadi penilaian tentang perilaku
manusia. Penilaian ini terbentuk atas dasar norma. Etika normatif bersifat
preskriptif (memerintahkan), tidak melukiskan melainkan menentukan benar atau
tidaknya tingkah laku. Etika normatif menampilkan argumentasi atau alasan atas
dasar norma dan prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional
dan dapat diterapkan dalam praktik.
c.
Meta etika
“Meta” berasal dan bahasa Yunani yang berarti melebihi
atau melampaui. Metaetika mempelajari logika khusus dan ucapan-ucapan etis.
Pada metaetika mempersoalkan bahasa normatif apakah dapat diturunkan menjadi
ucapan kenyataan. Metaetika mengarahkan pada arti khusus dan bahasa etika.
Faktor-Faktor
yang Melandasi Etika
- Etika Secara istilah etika adalah ilmu yg membicarakan tentang tingkahlaku manusia/ etika sebagai tingkah laku perbuatan manusia di pandang dari segi nilai baik dan buruk sejauh yg dapat di tentukan akal.
- MoralMoral adalah ajaran tentang tindakan seseorang yang dalam hal sifat, perangai, kehendak pendapat, atau perbuatan yang secara layak dapat di katakanbenar atau salah, baik atau buruk/ tindakan yang umum sesuai dengan dan diterima oleh lingkungan tertentu atau kesatuan social tertentu
- Budi PekertiBudi pekerti adalah perpaduan dari hasil akal dan rasa yang berwujud pada karsa dan tingkah laku manusia
- Akhlak Akhlak adalah suatu keadaan yang tertanam dalam jiwa berupa keinginan kuat yang melahirkan perbuatan-perbuatan secara langsung dan berturut-turut tanpa memikirkan pemikiran lebih lanjut.
Sumber : http://pgsd-pgsd.blogspot.co.id/2014/10/etika-dan-budipekerti.html
Etika berasal dan bahasa Inggris Ethics, artinya pengertian, ukuran tingkah laku atau perilaku manusia yang baik
BalasHapusLukQQ
Situs Ceme Online
Agen DominoQQ Terbaik
Bandar Poker Indonesia