Patung Yudistira di Birla mandir |
Yudistira adalah putra
tertua pasangan Pandu dan Kunti, raja dan ratu dari kalangan Dinasti Kuru,
dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Kitab Mahabharata bagian pertama
(Adiparwa) mengisahkan tentang kutukan yang dialami Pandu setelah membunuh
brahmana bernama Resi Kindama tanpa sengaja. Brahmana itu terkena panah Pandu
ketika ia dan istrinya sedang bersanggama dalam wujud sepasang rusa. Menjelang
ajalnya tiba, Resi Kindama sempat mengutuk Pandu bahwa kelak ia akan mati
ketika bersetubuh dengan istrinya. Dengan penuh penyesalan, Pandu meninggalkan
takhta Hastinapura dan memulai hidup sebagai pertapa di hutan untuk mengurangi
hawa nafsu. Kedua istrinya, yaitu Kunti dan Madri dengan setia mengikutinya.
Setelah lama tidak dikaruniai keturunan, Pandu mengutarakan niatnya untuk
memiliki anak. Kunti yang menguasai mantra Adityahredaya segera mewujudkan
keinginan suaminya. Mantra tersebut adalah ilmu pemanggil dewa untuk
mendapatkan putera. Dengan menggunakan mantra itu, Kunti berhasil mendatangkan
Dewa Dharma dan mendapatkan anugerah putra darinya tanpa melalui persetubuhan.
Putra pertama itu diberi nama Yudistira. Dengan demikian, Yudistira menjadi
putra sulung Pandu, sebagai hasil pemberian Dharma, yaitu dewa keadilan dan
kebijaksanaan. Kisah dalam pewayangan Jawa agak berbeda. Menurut versi ini,
Puntadewa merupakan anak kandung Pandu yang lahir di istana Hastinapura.
Kedatangan Bhatara Dharma hanya sekadar menolong kelahiran Puntadewa dan
memberi restu untuknya. Berkat bantuan dewa tersebut, Puntadewa lahir melalui
ubun-ubun Kunti. Dalam pewayangan Jawa, nama Puntadewa lebih sering dipakai,
sedangkan nama Yudistira baru digunakan setelah ia dewasa dan menjadi raja.
Versi ini melukiskan Puntadewa sebagai seorang manusia berdarah putih, yang
merupakan kiasan bahwa ia adalah sosok berhati suci dan selalu menegakkan
kebenaran.
Pertemuan
Yudistira dengan Yaksa (Peristiwa telaga
beracun)
Pada suatu hari
menjelang berakhirnya masa pembuangan, Yudistira dan keempat adiknya membantu
seorang brahmana yang kehilangan peralatan upacaranya karena tersangkut pada
tanduk seekor rusa liar. Dalam pengejaran terhadap rusa itu, kelima Pandawa
merasa haus. Yudistira pun menyuruh Sadewa mencari air minum. Karena lama tidak
kembali, Nakula disuruh menyusul, kemudian Arjuna, lalu akhirnya Bima menyusul
pula. Yudistira semakin cemas karena keempat adiknya tidak ada yang kembali.
Yudistira kemudian
berangkat menyusul Pandawa dan menjumpai mereka telah tewas di tepi sebuah
telaga. Ada seekor bangau (baka) yang mengaku sebagai pemilik telaga itu. Ia
menceritakan bahwa keempat Pandawa tewas keracunan air telaganya karena mereka
menolak menjawab pertanyaan darinya. Sambil menahan haus, Yudistira
mempersilakan Sang bangau untuk bertanya. Sang bangau lalu berubah wujud
menjadi Yaksa. Satu per satu pertanyaan demi pertanyaan berhasil ia jawab.
Inilah sebagian pertanyaan yang diajukan Yaksa pada Yudistira:
Yaksa: Apa yang lebih
berat daripada Bumi, lebih luhur daripada langit, lebih cepat daripada angin
dan lebih berjumlah banyak daripada gundukan jerami?
Yudhishthira: Sang Ibu
lebih berat daripada Bumi, Sang Ayah lebih luhur daripada langit, Pikiran lebih
cepat daripada angin dan kekhawatiran kita lebih berjumlah banyak daripada
gundukan jerami.
Yaksa: Siapakah kawan
dari seorang musafir? Siapakah kawan dari seorang pesakitan dan seorang
sekarat?
Yudhishthira: Kawan
dari seorang musafir adalah pendampingnya. Tabib adalah kawan seorang yang
sakit dan kawan seorang sekarat adalah amal.
Yaksa: Hal apakah yang
jika ditinggalkan membuat seseorang dicintai, bahagia dan kaya?
Yudhishthira:
Keangkuhan, bila ditinggalkan membuat seseorang dicintai. Hasrat, bila
ditinggalkan membuat seseorang kaya dan keserakahan, bila ditinggalkan membuat
seseorang bahagia.
Yaksa: Musuh apakah
yang tidak terlihat? Penyakit apa yang tidak bisa disembuhkan? Manusia macam
apa yang mulia dan hina?
Yudhishthira: Kemarahan
adalah musuh yang tidak terlihat. Ketidakpuasan adalah penyakit yang tidak bisa
disembuhkan. Manusia mulia adalah yang mengharapkan kebaikan untuk semua
makhluk dan Manusia hina adalah yang tidak mengenal pengampunan.
Yaksa: Siapakah yang
benar-benar berbahagia? Apakah keajaiban terbesar? Apa jalannya? Dan apa
beritanya?
Yudhishthira: Seorang
yang tidak punya hutang adalah benar-benar berbahagia. Hari demi hari tak
terhitung orang meninggal. Namun yang masih hidup berharap untuk hidup
selamanya. Ya Tuhan, keajaiban apa yang lebih besar? Perbedaan pendapat membawa
pada kesimpulan yang tidak pasti, Antara Śruti saling berbeda satu sama lain,
bahkan tidak ada seorang Resi yang pemikirannya bisa diterima oleh semua.
Kebenaran Dharma dan tugas, tersembunyi dalam gua-gua hati kita. Karena itu
kesendirian adalah jalan dimana terdapat yang besar dan kecil. Dunia yang
dipenuhi kebodohan ini layaknya sebuah wajan. Matahari adalah apinya, hari dan
malam adalah bahan bakarnya. Bulan-bulan dan musim-musim merupakan sendok
kayunya. Waktu adalah Koki yang memasak semua makhluk dalam wajan itu (dengan
berbagai bantuan seperti itu). Inilah beritanya.
Akhirnya, Yaksa pun
mengaku kalah, namun ia hanya sanggup menghidupkan satu orang saja. Dalam hal
ini, Yudistira memilih Nakula untuk dihidupkan kembali. Yaksa heran karena
Nakula adalah adik tiri, bukan adik kandung. Yudistira menjawab bahwa dirinya
harus berlaku adil. Ayahnya, yaitu Pandu memiliki dua orang istri. Karena
Yudistira lahir dari Kunti, maka yang dipilihnya untuk hidup kembali harus
putra yang lahir dari Madri, yaitu Nakula. Yaksa terkesan pada keadilan
Yudistira. Ia pun kembali ke wujud aslinya, yaitu Dewa Dharma. Kedatangannya
dengan menyamar sebagai rusa liar dan yaksa adalah untuk memberikan ujian
kepada para Pandawa. Berkat keadilan dan ketulusan Yudistira, maka tidak hanya
Nakula yang dihidupkan kembali, melainkan juga Bima, Arjuna, dan Sadewa.
0 komentar:
Posting Komentar