Ilustrasi |
Tidak seperti banyak agama-agama lain, Hindu mengakui tidak ada dosa yang mematikan (mortal sin), tidak ada neraka abadi, tidak ada setan, tidak kejahatan melekat (intrinsic evil). Tapi Hindu mengakui dosa dan penderitaan adalah satu bagian dari kehidupan manusia. Kita tidak dibuat menderita oleh orang lain tapi oleh diri kita sendiri. Semuanya tidak ada yang hilang. Selalu ada jalan keluar dwi syndrome kehidupan. Tuhan kita mahakuasa, mengetahui semua kesedihan dan pelanggaran dharma. Adalah melalui Hukum KarmaNya kita melintasi kesalahan, pelanggaran, penderitaan, melukai diri kita sendiri dan laimya. Bila kita sudah cukup dewasa menghadapi penebusan, tujuh tahap harus dilalui : penerimaan, penyesalan, pengakuan atas kesalahan, menunjukkan rasa malu, menerima penderitaan secara tulus dan perdamaian (rekonsiliasi). Maka semuanya dimaafkan dan dilupakan.
Mengapa ada penderitaaim di dunia ini?
Sifat dari dunia adalah dualitas (rwabineda) Dia mengandung segala sesuatu dan lawannya: kesenangan dan kesedihan, kebaikan dan keburukan, cinta dan benci. Dengan mengalami semua ini, kita belajar dan berkembang, akhirnya mencari kebenaran yang mengatasi rwabineda itu.
Ada tujuan suci bahkan dalam kehadiran dari penderitaan di dunia ini. Penderitaan tidak dapat sepenuhnya dihindari. Ia merupakan bagian alami dari kehidupan manusia dan merupakan bibit dari banyak pertumbuhan spiritualitas jiwa. Mengetahui hal ini orang yang bijaksana menerima penderitaan dari manapun, katakanlah misalnya karena topan, gempa bumi, banjir, kelaparan, perang penyakit dan tragedi yang tak dapat dijelaskan. Sama seperti api membara dalam perapian yang memurnikan emas, demikianlah penderitaan memurnikan jiwa hingga bersinar cahayanya. Demikian juga penderitaan memberikan kita kesadaran bahwa kebahagiaan yang sejati tidak ditemukan di dunia ini, karena kesenangan duniawi terikat secara tak terpisahkan dengan kesedihan, dan kebebasan duniawi dengan keterikatan. Menyadari ini, seorang pemeluk mencari guru kebenaran (satguru) yang mengajari untuk mengerti makna penderitaan, dan menuntunnya kedalam kesulitan yang disengaja dari sadhana dan tapa untuk menuju kepada kebebasan dari lingkaran pengalaman dalam wilayah dualitas (rwabineda). Kitab Agama menjelaskan : "Itu yang kelihatan sebagai dingin atau panas, segar atau busuk, nasib baik dan buruk, cinta dan benci, giat dan malas, yang dimuliakan dan dihina, kaya dan miskin, memilik dasar bagus atau buruk, semua itu adalah Tuhan sendiri; tiada lain dari Dia yang kita ketahui."
Apakah dosa? Dan bagaimana kita menebusnya?
Dosa adalah pelanggaran secara sengaja terbadap dharma (hukum suci). Tidak ada dosa melekat atau dosa asal. Juga tidak ada dosa mematikan (mortal sin) dimana jiwa itu hilang untuk selamanya. Melalui sadhana, sembahyang dan tapa, dosa-dosa dapat di tebus.
Apa yang oleh orang banyak disebut dosa, orang bijak menyebutnya kebodohan. Hakikat manusia yang sesungguhnya tidak dikotori oleh dosa. Dosa berhubungan dengan sifat naluri-intelektual yang lebih rendah sebagai sebuah pelanggaran terhadap dharma. Namun demikian, dosa adalah nyata dan harus dihindari, karena perbuatan kita yang salah kembali kepada kita sebagai penderitaan melalui hukum karma. Dosa dapat diakhiri dan akibatnya bisa dikompensasi dengan penyesalan, atau prayashchitta, dan perbuatan baik akan membayar hutang karma. Jiwa muda, kurang selaras dengan hakikat jiwanya, cenderung terhadap dosa; jiwa tua jarang melanggar hukum suci. Dosa-dosa adalah penyimpangan yang melumpuhkan dari intelek yang terikat dalam emosi. Ketika kita berdosa, kita mengambil energi dan menyimpangkannya kepada kecendrungan naluri kita. Ketika kita berlaku tidak adil dan hina, penuh kebencian, dan memeluk penyesalan tahun demi tahun dan tidak seorangpun tahu kecuali kita sendiri mengetahui intrik dan korupsi kita, kita menderita. Ketika jiwa berkembang, ia akhirnya merasakan beban berat dan kesalahan dan perbuatan keliru dan menginginkan penebusan. Penyesalan dilaksanakan dan jiwa itu mencari ritual pembersihan dari masyarakat dan memohon waranugraha Tuhan yang membebaskan. Weda-Weda mengatakan, "Lepaskan aku dari dosaku seperti melepaskan aku dari tali yang mengikatku. Semoga hidupku berkembang dalam aliran dari sungai KebenaranMu."
Apakah Neraka benar-benar ada? Apakah Setan ada?
Tidak ada neraka abadi, Setan juga tidak ada. Namun demikian ada keadaan pikiran yang menyerupai keadaan neraka dan kelahiran-kelahiran penuh penderitaan bagi mereka yang berpikir dan bertindak salah sementera yang menimbulkan keadaan menyiksa yang mengangkat kekuatan-kekuatan jahat di dalam diri.
Neraka, adalah wilayah astral yang lebih rendah dari tujuh chakra dibawah muladhara. Ia adalah tempat api dan panas, tekanan mental yang berat dan ketegangan, kebingungan, keputusasaan dan depresi. Disini kemarahan, iri hati, pertengkaran, konflik mental dan suasana hati yang menyiksa menyakiti pikiran. Jalan masuk ke neraka dituntun oleh pikiran-pikiran kita, perkataan-perkataan, dan perbuatan-perbuatan dan emosi yang tertekan, perasaan bermusuhan yang mengundang sifat-sifat buruk dan kekuatan-kekuatan agresif mereka. Neraka tidak abadi. Juga tidak ada setan yang menggoda manusia dan menentang kekuasaan Tuhan, sekalipun ada mahluk jahat yang disebut asura, jiwa yang tidak sempurna yang terperangkap dalam sumur tanpa dasar dari penipuan dan penderitaan. Kita tidak perlu mati untuk menderita di wilavah neraka karena keadaan seperti neraka dari pikiran juga dialami dalam dunia ini. Bila kita mati dalam keadaan pikiran seperti neraka (hellish state of mind) kesadaran yang dibebani oleh kebencian yang tidak terselesaikan, penyesalan, ketakutan dan pola-pola pikiran yang menyimpang - kita sampai di neraka sepenuhnya dilengkapi untuk menyertai yang lain dalam api penyucian sementara (temporary astral purgatory). Weda-Weda mengatakan, "Gelap pekat dan bersifat keraksasaan, sesungguhnya, demikianlah dunia-dunia itu, dan dibungkus oleh kegelapan yang membutakan, kemana semua manusia yang merupakan musuh bagi jiwa-jiwa mereka pergi setelah kematian."
Apakah akibat dari tindakan-tindakan dosa?
Ketika kita tidak berpikir, berbicara dan bertindak secara bijaksana, kita menciptakan karma yang negatif dan membawa penderitaan bagi diri kita sendiri dan orang lain. Kita menderita bila kita bertindak secara naluriah dan secara intelektual tanpa bimbingan kesadaran utama.
Kita bahagia, tenang dan mantap bila kita mengikuti tingkah laku yang baik, bila kita mendengar hati nurani kita, suara penuh pemahaman dari jiwa kita. Pikiran yang sangat sadar (supercounscious mind) dari jiwa kita, mengetahui dan memberi inspirasi untuk tingkah laku yang baik, dari padanya keluar budaya yang halus dan berkembang. Tindakan salah dan kejahatan menjauhkan kita dari Tuhan, jatuh dalam kegelapan dari kebimbangan, keputusasaan dan pengutukan diri sendiri. Hal ini membawa para asura ke sekitar kita. Kita berada diluar harmoni dengan diri kita dan keluarga kita dan harus kawan ditempat lain, diantara mereka yang juga kasar, lalai, serakah dan tidak memiliki pengendalian atas diri. Dalam persekutuan yang buruk ini, karma-karma baru yang membebani diciptakan, karena tingkat laku yang baik tidak diikuti. Papa ini bertumpuk, membutakan kita terhadap kehidupan beragama yang pernah kita jalani. Penyesalan dan menyerahkan diri kita kepada wara nugraha Tuhan adalah satu-satunya jalan untuk membebaskan diri kita dari orang-orang jahat, mereka yang betingkah laku buruk. Sangatlah beruntung bahwa Tuhan kita penuh kasih dan cinta kepada para pengikutnya Weda-Weda menjelaskan, "Pikiran itu dikatakan terdiri darl dua lapis yang suci dan juga yang tidak suci; yang tidak suci bersatu dengan nafsu, yang suci bebas sepenuhnya dari keinginan (untuk mementingkan diri sendiri).”
Apakah Tuhan menghukum mereka yang berbuat salah?
Tuhan adalah kebaikan yang sempurna, cinta dari kebenaran. Dia tidak pemarah dan pembalas dendam. Dia tidak mengutuk dan menghukum orang yang berbuat salah, Kecemburuan, pembalasan dendam dan kepura-puraan adalah sifat-sifat dari manusia yang naluriah (instingtif), bukan sifat-sifat Tuhan.
Tidak ada alasan untuk takut pada Tuhan, yang gerak "tangan kanannya”, abhaya mudra, berarti “jangan takut" dan "tangan kirinya” mengundang untuk mendekat. Tuhan senantiasa bersama kita, bahkan ketika kita tidak sadar tentang kehadiran sucinya. Dia adalah cintaNya sendiri. la adalah merupakan pemekaran dari dirinya sendiri; dan Tuhan tidak pernah berpisah darinya dan tidak juga dibatasi olehnya (pemekaran itu). Ketika kita bertindak salah, kita menciptakan karma negatif untuk diri kita sendiri dan harus menjalani hidup menderita untuk memenuhi hukum karma. Karma demkian boleh jadi sangat menyakitkan, tapi itu merupakan buah dari pikiran dan perbuatan kita. Tuhan tidak pernah menghukum kita, bahkan sekalipun kita tidak percaya kepadanya adalah melalui pemujaan dan meditasi kepada Tuhan penderitaan yang kita ciptakan sendiri akan dilembutkan dan diperingan. Tuhan adalah Tuhan dari semua orang percaya dari semua agama, juga Tuhan bagi semua orang yang tidak percaya. Tuhan tidak menghancurkan orang jahat dan menebus orang yang benar; tapi memberikan kebebasan bagi semua jiwa.
Kitab Agama mengatakan : "Ketika jiwa secara perlahan mengurangi dan kemudian sama menghentikan keikutsertaannya dalam kegelapan dan kekuatan-kekuatan tidak membawa kebaikan, Sahabat dari Dunia, Tuhan, mengungkapkan kepada jiwa karakter yang tak terbatas dari pengetahuan dan aktivitasnya."
Oleh : (Hinduism Today, Dee 1994.NPP)
0 komentar:
Posting Komentar