Seperti diketahui bahwa
Karna lahir akibat perbuatan ceroboh Kunti yang masih muda merapal mantera yang
diberikan oleh Resi Durvasa yang mengakibatkan hadirnya Dewa Surya untuk
memberikannya seorang anak yang sekuat Dewa Surya. Anak itu lahir dilengkapi
dengan Kavacha ( zirah, baju perang) dan Kundala (sepasang anting-anting).
Dengan pertolongan Dhatri, dayang keputren, Karna dilarung ke sungai Gangga.
Bayi Karna dipungut
oleh Adiratha, kusir Raja Dhristrashtra, Raja Hastinapura. Oleh Adiratha dan
istrinya, Radha, bayi Karna diberi nama Vasusena. Tetapi karena dianggap anak
Radha, maka julukan lainnya yang disandangkan kepada Karna adalah Radheya (Anak
Radha).
Karna kecil lebih
tertarik belajar ilmu perang daripada meneruskan tradisi keluarganya menjadi
kusir kereta Raja. Maka dia pun menemui Dronacharya. Dronacharya adalah guru
ilmu perang dari para pangeran dinasti Kuru. Dan karena Karna bukan dari kasta
Ksatria, Dronacharya pun menolak permintaan Karna untuk mengajarkan ilmu perang
kepadanya.
Ditolak oleh
Dronacharya bukan berarti Karna menghentikan niatnya untuk berlatih ilmu perang
dengan beragam senjata. Dia minta bantuan dari kakaknya Shona untuk berlatih
ilmu perang. Namun, di dalam tradisi India kuno, setiap murid harus punya guru.
Maka Karna menganggap Dewa Surya sebagai gurunya. Dia berlatih sejak matahari
terbit dan istirahat saat matahari terbenam.
Suatu ketika, Karna
mendengar dari temannya yang juga anak Dronacharya (Guru Drona) yaitu
Ashvathama bahwa setelah liburan sebulan, Dronacharya melakukan ujian memanah
bagi murid-muridnya. Sasarannya adalah seekor burung kayu di dalam sangkar di
atas sebuah pohon. Sebelum melepas anak panah, setiap murid ditanya apa yang
dilihatnya. Dan ketika jawabannya tidak memuaskan, maka murid itu tidak boleh
memanah. Satu-satunya yang boleh memanah hanyalah Arjuna, karena Arjuna
menjawab dia bisa melihat sebiji mata burung kayu itu. Dan benarlah Arjuna
berhasil memanah dengan tepat sebuah mata burung kayu itu.
Mendengar hal itu,
Karna bersumpah bahwa dia bisa memanah lebih baik daripada Arjuna. Bahkan
dengan sebuah anak panah, dia bisa memanah kedua mata burung kayu itu. Dibantu
kakaknya Shona, Karna berlatih siang dan malam. Bahkan ketika malam tiba, Karna
meminta kakaknya menyalakan lampu di bawah pohon tempat burung kayu itu
diletakkan. Dan malam itu, Karna berhasil memanah kedua mata burung kayu itu
hanya dengan sekali panah!
Selain berlatih ilmu
senjata, Karna juga pada suatu ketika datang sendiri ke Parashurama, guru para Brahmana,
dengan mengaku bahwa dia juga seorang Brahmana. Maka dibawah bimbingan
Parashurama, Karna menyelesaikan semua pelajaran tentang ilmu perang, ilmu
senjata, dan terlebih ilmu memanah.
Suatu ketika,
Parashurama bermaksud menyelidiki lebih jauh siapa sebenarnya Karna karena
Karna termasuk murid yang paling cepat mengerti dan paling pandai di antara
murid-murid lainnya. Dia meminta Karna untuk membawakan kepadanya sebuah bantal
untuk melepas penat. Alih-alih membawakan bantal, Karna mempersilakan gurunya
untuk meletakkan kepalanya di atas pahanya. Pada saat itu datanglah seekor
kumbang besar dan menyengat Karna. Karna tidak mau menepis kumbang itu karena
takut gerakan tubuhnya membuat Parashurama bangun dari tidurnya, sementara
kumbang itu menyengat makin dalam dan darah pun menetes dari luka sengatan itu.
Setetes darah Karna jatuh ke muka Parashurama yang tertidur dan membuatnya
bangun.
Parashurama melihat
kejadian itu dan segera tahu bahwa hanya seorang Ksatria yang sanggup menahan
luka seperti itu dengan tidak bergeming. Maka, marahlah Parashurama dan
menjatuhkan kutukan kepada Karna. Kutukannya adalah Karna akan mengalami lupa
untuk merapal mantera yang ampuh untuk membangkitkan pamor Brahmastra, sebuah
panah paling sakti yang dimilikinya, di saat di mana Karna sedang sangat
membutuhkannya.
Tertundung dari Ashram
Parashurama, Karna pun berkelana. Di tengah perjalanan, dia melihat seekor sapi
yang berlari ke arahnya. Tanpa berpikir panjang, Karna melepas anak panah dan
membunuh sapi itu. Ternyata sapi itu milik seorang Brahmana. Brahmana itu marah
mengetahui Karna telah membunuh sapi miliknya. Maka Brahmana itu pun mengutuk
Karna bahwa suatu saat Karna akan mati pada saat dia sedang dilanda musibah /
kesusahan.
Dalam kisah lain, Karna
juga dikutuk oleh Bhoomidevi, Dewi Bumi. Kejadiannya, saat Karna berkereta dia
melihat seorang anak perempuan menangis. Dia menangis karena dia menumpahkan
bejana yang berisi ghee (sejenis mentega yang terbuat dari susu sapi). Bejana
itu pecah dan ghee yang dibawanya pun tercampur tanah. Karena kasihan Karna
memberikan ghee yang baru. Tapi anak itu tidak mau. Dia takut dimarahi ibu
tirinya karena bejananya pecah. Maka Karna memungut pecahan bejana itu berikut
tanahnya. Lalu membentuk ulang bejana itu. Saat itu dia mendengar suara marah
seorang perempuan. Ternyata suara itu berasal dari tanah yang terikut di dalam
genggaman tangan Karna. Dewi Bumi marah karena kekuatan Karna membuatnya
tersiksa. Maka kutukan pun terluncur dari ucapan Dewi Bumi yaitu bahwa roda
kereta Karna akan terjepit sekuat tenaga Karna saat menghadapi perang besar.
Pada suatu ketika,
Dronacharya menggelar turnamen untuk murid-muridnya. Arjuna memperlihatkan
dirinya sebagai seorang pemanah mahir. Melihat hal itu, Karna pun menantang
Arjuna untuk bertarung. Kripacharya (Guru Kripa) mencegah hal itu dan
menanyakan asal-usul Karna karena aturannya hanyalah seorang Pangeran yang bisa
menantang seorang Pangeran yang lain. Arjuna jelas-jelas seorang Pangeran
wangsa Kuru. Karna tidak bisa membuktikan diri bahwa dia adalah seorang
Ksatria. Duryodhana, pangeran tertua dari seratus pangeran Kaurava tampil ke
depan dan menyerahkan tahta Angga kepada Karna. Dia melakukan hal ini karena
dia tahu para Pandawa lebih baik daripada saudara-saudaranya dalam hal ilmu
perang dan ilmu senjata. Dia ingin Karna bergabung dengan Kaurawa supaya
keadaannya menjadi berimbang. Maka sejak itu, Karna merasa berhutang budi pada
Duryodhana dan para Kaurawa. Dan ketika Karna bertanya apa imbalan yang patut
diberikan kepada Duryodhana atas kebaikannya, Duryodhana hanya meminta
persahabatan. Karna bahkan membalas perbuatan baik Duryodhana dengan
membantunya menikahi puteri Raja Chitranggada.
Di hari penobatannya
sebagai Raja Angga, Karna bersumpah bahwa siapapun yang datang kepadanya di
tengah-tengah hari saat dia berdoa kepada Dewa Surya, maka dia tidak akan
pulang dengan tangan hampa. Dewa Indra pun datang memanfaatkan sumpah Karna
dengan menyamar sebagai Brahmana meminta Kavacha dan Kundala yang dimilikinya
sejak lahir. Karena Dewa Indra yang juga ayah Arjuna tahu selama Karna
mengenakan Kavacha dan Kundala maka dia tidak akan terkalahkan.
Karna memenuhi
permintaan Dewa Indra dengan memotong anting-anting dan menyayat tubuhnya untuk
melepaskan baju zirah yang menempel di tubuhnya sejak bayi itu. Karena dia
melakukannya tanpa berkedip, maka Karna pun mendapat julukan Vaikartana yang
berarti Dia yang menyayat tubuhnya untuk melepas zirah tanpa berkedip. Melihat
ketulusan Karna, Dewa Indra pun memberikan anugerah berupa panah sakti bernama
Vasavi Shakti. Namun panah sakti itu hanya bisa digunakan sekali saja seumur
hidupnya.
Karna sebenarnya adalah
orang yang paling sesuai dalam Swayamvara Draupadi. Dia dengan mudah bisa
mengikatkan tali busur dan menenteng busur yang orang lain tidak bisa
melakukannya. Akan tetapi, saat dia hendak memanah, Krishna memberi isyarat
kepada Draupadi sehingga Draupadi tahu bahwa Karna adalah anak Adiratha seorang
kusir kereta. Maka Draupadi pun berteriak kepada Karna bahwa Karna anak seorang
kusir. Karna pun undur dari Swayamvara itu. Pada saat itu datanglah Pandawa
yang menyamar sebagai brahmana dan mengikuti swayamvara. Tentu yang tampil
adalah Arjuna, Sang Pemanah Sejati. Dengan mudah dia mengikat tali busur,
mengangkat busur dan memanah dengan tepat sasaran. Karna tahu benar bahwa yang
dapat melakukan hal semacam itu tidak lain adalah Arjuna. Sejak saat itu,
dendamnya kepada Arjuna makin berlipat ganda.
Maka ketika Draupadi
diserahkan kepada Dushasana karena Pandawa kalah taruhan judi, Karna mengejek
Draupadi sebagai seorang pelacur karena bersuamikan lima orang laki-laki,
sedangkan Pandawa tak lain adalah anak-anak anjing yang terbuang dari
kandangnya, dan Draupadi lebih baik mencari suami yang lain saja. Mendengar
perkataan Karna terhadap Draupadi, Arjuna bersumpah untuk membunuh Karna.
Sedangkan Bhima bersumpah untuk membunuh Duryodhana dan Dushasana.
Karna, selain sebagai
Raja Kerajaan Angga, dia menjadi panglima tertinggi kerajaan Hastinapura
dibawah pemerintahan Duryodhana. Karena kesaktiannya dan strategi militernya
yang jago, dia berhasil menundukkan kerajaan
Kamboja, Shaka, Kekaya, Avantya, Gandhara, Madaraka, Trigarta, Tangana,
Panchala, Videha, Suhma, Anga, Vanga, Nishada,Kalinga, Vatsa, Ashmaka, Rishika,
dan banyak lagi termasuk suku-suku nomaden dan suku-suku pedalaman hutan.
Menjelang pecahnya
Baratayudha, Krishna pun datang kepada Karna. Dia membuka rahasia diri Karna
yang merupakan anak tertua dari Pandawa bersaudara, dan menyampaikan janji
Yudhisthira untuk memberikan tahta Indraprastha kepada Karna. Hal ini dilakukan
supaya Karna mau berpihak kepada para Pandawa. Tapi Karna berkata seandainya
tahta Indraprastha diberikan kepadanya, maka dia akan memberikan Indraprastha
kepada Duryodhana. Karena Duryodhana adalah sahabatnya dan juga rajanya.
Meskipun demikian, Karna menghormati Yudhisthira sebagai orang yang benar. Juga
dia tahu bahwa Karna adalah kakaknya. Karna tidak mau bertukar posisi sebagai
bagian dari Pandawa karena menurutnya itu menyalahi Dharma.
Karena Karna tidak
bergeming, maka Kunti pun datang kepada Karna. Kunti menyatakan diri sebagai
ibunda dari Karna dan menjulukinya Kunteya. Tapi Karna menolak, “Biarkan orang
mengenalku sebagai Radheya bukan sebagai Kunteya.” Karna mengatakan seandainya
Ibunda Kunti mau mengakuinya sebelum turnamen dahulu, keadaannya akan berbeda.
“Sekarang nasi sudah jadi bubur, dan aku tidak mau dikenal sebagai orang yang
tidak tahu balas budi.”
Karna berjanji tidak
akan membunuh pandawa yang lain karena dia hanya akan membunuh Arjuna. “Dan Ibu
akan tetap memiliki lima orang putera. Apakah Aku atau Arjuna yang tetap hidup
nantinya.” Karna mengatakan hal itu karena dia sadar, selama Arjuna ada dalam
perlindungan Krishna, maka Arjuna tidak akan terkalahkan.
Ketika perang
Baratayuda dimulai, Bhisma menolak kehadiran Karna dengan alasan Karna pernah
menghina gurunya Parashurama dan juga menghina seorang perempuan yaitu
Draupadi. Bhisma tidak mau ada orang yang pernah menghina gurunya berada di
bawah komandonya. Oleh karena itu, Karna baru bergabung dalam perang Baratayuda
ketika Bhisma sudah terpanah Shikhandi, di hari ke sebelas.
Di hari ketiga belas,
Abimanyu, anak Arjuna berhasil menerobos strategi Cakravyuha yang digelar oleh
Dronacharya. Sejak dalam kandungan, Abimanyu sudah tahu cara menerobos strategi
militer itu karena Krishna menceritakan strategi perang kepada adiknya
Subhadra, istri Arjuna. Sayangnya, karena ibunya tertidur saat cerita itu, maka
Abimanyu hanya tahu cara menerobosnya saja, belum soal cara keluar dari
strategi itu. Yang tahu cara melumpuhkannya hanyalah Arjuna dan Krishna.
Sayangnya saat itu, Arjuna dan Krishna terpancing untuk berperang di tempat
yang berbeda. Abimanyu berperang sendirian dengan gagah berani. Melihat hal
itu, Duryodhana dan Karna memutuskan untuk melemahkan Abimanyu dengan cara
membokongnya. Karna memanah busur dan kereta Abimanyu hingga busur dan kereta
Abimanyu hancur. Sehingga Abimanyu pun bertarung dengan tangan kosong saja.
Maka Jayadratha, raja Sindhu, berhasil membunuh Abimanyu setelah Abimanyu jadi
bulan-bulanan tentara Kaurawa. Mendengar hal itu, Arjuna bersumpah untuk
membunuh Jayadratha esok hari sebelum matahari terbenam, dan jika hal itu tidak
terjadi maka Arjuna hendak membakar diri bersama mayat anaknya.
Di hari keempat belas,
Khrisna menggunakan cakra untuk membuat matahari gelap gulita. Para Kaurawa
bergembira karena Arjuna akan membakar diri. Jayadratha pun keluar dari
persembunyian, dan di saat itulah Arjuna menarik tali busur dan memanah dengan
tepat kepala Jayadratha. Setelah itu, Khrisna menarik cakranya hingga matahari
pun bersinar lagi. Tapi pertempuran hari ke empat belas berbeda dengan
hari-hari sebelumnya. Setelah matahari terbenam, pertempuran masih berlangsung.
Ghatotkacha anak Bhima yang setengah Asura (berlainan dengan Dewa, Asura adalah
mahluk yang mampu menyerap kekuatan dan menambah kekuatannya itu)
mengobrak-abrik pasukan Kaurawa. Semakin gelap, kekuatan Ghatotkacha semakin
bertambah. Dronacharya pun mengalami luka-luka karena bertempur dengan
Ghatotkacha. Melihat hal itu, Duryodhana dan Karna pun tampil membendung
serangan Ghatotkacha. Karena semakin terdesak, Duryodhana meminta Karna untuk
menggunakan segala macam cara. Karna pun menghadapi Ghatotkacha yang semakin
malam semakin mengeluarkan kekuatan terdahsyatnya. Akhitnya Karna mengeluarkan
panah sakti pemberian Dewa Indra, Vasava Shakti. Dengan senjata itu,
Ghatotkacha pun gugur. Meskipun gugurnya Ghatotkacha merugikan kekuatan
Pandawa, tapi Krishna tahu bahwa Karna sudah kehilangan senjata paling ampuhnya
sehingga Arjuna tidak akan pernah kalah dari Karna.
Dalam Kumpulan Kitab
Mahabarata, ada satu kitab khusus yaitu Kitab Ke delapan yang diberi judul
Karna Parwa. Isinya tentang perang di hari ke enam belas dan tujuhbelas di mana
Karna tampil sebagai panglima perang Kaurawa. Di hari ke enambelas ini, dia berhasil
mengalahkan Bhima. Dan sesuai janjinya, dia tidak membunuh Bhima. Dia
mengatakan “Kau adalah adikku. Usiamu lebih muda dari aku, maka aku tak akan
membunuhmu.” Dia juga mengalahkan Yudhisthira, dan dia mengatakan; “Tampaknya,
kau telah melupakan apa yang telah diajarkan oleh guru-gurumu. Pergilah belajar
lebih keras lagi, dan jika kau sudah siap kembalilah bertarung denganku.”
Demikian pula dia mengalahkan Nakula dan Sahedeva. Tapi sesuai janjinya kepada
Kunti, dia tidak membunuh seorang pun dari Pandawa, kecuali Arjuna.
Maka di ujung hari, dia
meminta kusirnya, Raja Shalya, untuk mencari Arjuna. Setelah melihat Arjuna,
Karna melepaskan panah saktinya yang lain yaitu Nagastra. Tapi Khrisna
menyelamatkan nyawa Arjuna dengan membuat kereta kuda Arjuna ambles beberapa
senti ke dalam tanah, sehingga Nagastra tidak mengenai kepala Arjuna.
Mengetahui diserang Karna, Arjuna membalas dengan ratusan panah yang
dirontokkan oleh Karna dengan anak-anak panah yang dilepaskannya juga, sehingga
Arjuna pun kehabisan anak panah. Saat itulah senja pun datang. Arjuna
terselamatkan oleh keadaan.
Hari ke tujuh belas pun
tiba. Karna kembali berhadapan dengan Arjuna. Panah berbalas panah.
Berkali-kali tali busur Arjuna putus oleh panah Karna tetapi dengan sekedipan
mata, Arjuna berhasil memperbaikinnya. Karna memuji Arjuna sebagai pemanah
terbaik kepada Raja Shalya, kusirnya. Hingga saatnya kutukan Dewi Bumi pun
terjadi pada Karna. Roda keretanya tiba-tiba ambles, hingga keretanya tidak
bergerak sama sekali. Karna pun turun dari kereta untuk membantu Raja Shalya.
Tapi Arjuna sudah semakin dekat. Saat itu, Karna hendak merapal mantera untuk
senjata andalannya yang lain yaitu Brahmastra. Tapi sesuai dengan kutukan
Parashurama, dia tidak ingat mantera itu.
Saat Arjuna sudah dekat,
Karna meminta waktu Arjuna menunggu sementara dia memperbaiki keretanya. Arjuna
tadinya mau memberi waktu kepada Karna, tetapi Krishna mengingatkan Arjuna
bahwa tidak sepatutnya Karna meminta Arjuna menunggu sesuai etika berperang
karena saat Abimanyu masuk ke dalam Cakravyuha, Karna telah membokong Abimanyu
dengan menghancurkan busur dan keretanya. Artinya, Karna tidak pantas diberi
waktu karena dia telah menyalahi etika berperang terlebih dahulu. Tidak hanya
itu, Karna pun membantu Duryodhana untuk menggelar perjudian dengan Pandawa,
terlebih Karna telah menghina seorang perempuan yaitu Draupadi. Maka sebuah
perbuatan adharma jika Arjuna tidak membunuh orang yang selama hidupnya
menyokong tindakan kekejian dan kejahatan.
Ragu-ragu, Arjuna pun
melepaskan beberapa anak panah untuk mencederai Karna. Dan tentu saja tidak
bermaksud membunuhnya. Krishna mengatakan kepada Arjuna bahwa dharma terbesar
yang merupakan amal perbuatan dari Karna adalah melindungi Arjuna atau tidak
membunuh Arjuna sejak pertama kali dia merasa dendam kepada Arjuna. Untuk itu,
Krishna meminta Arjuna agar membunuh Karna untuk menyempurnakan dharma Karna
terhadap Arjuna sendiri. Maka Arjuna pun melepaskan panah yang menggugurkan
Karna di medan perang.
Di dalam perang, setiap
ada yang gugur, keluarga Pandawa menyelenggarakan Tarpan Vidhi, sebuah ritual
untuk menghormati dia yang gugur. Ketika Karna gugur, Kunti pun meminta
pelaksanaan ritual tersebut. Mendengar permintaan Ibu Kunti, orang-orang pun
memprotes. Maka Kunti menceritakan kepada khalayak bahwa Karna adalah
benar-benar Suta (anak kandung) darinya, dan menceritakan proses kejadian yang
melahirkan Karna itu. Mengetahui bahwa Karna adalah saudara kandung, maka para
Pandawa meratapi diri bahwa mereka telah melakukan pembunuhan terhadap saudara
sendiri. Sementara Yudhisthira meluapkan amarah kepada Ibu Kunti dan semua
wanita yang tidak dapat menyimpan rahasia.
Atas permintaan Karna
sebelum meninggalnya, ritual pembakaran jenazah Karna dipimpin langsung oleh
Krishna. Dan sepanjang sejarah Mahabarata, hanya Karna lah yang mendapat
kehormatan seperti ini. Krishna yang merupakan avatar dari Wishnu melakukan
penghormatan kepada seorang Karna. Dan setelah itu, Krishna datang kepada
Gandhari, Ibu para Kaurawa, memberitahukan bahwa Karna sudah gugur. Hal ini
berarti semacam sinyal bahwa Kaurawa pun akan musnah karena tidak ada lagi
kekuatan yang dapat membendung para Pandawa. Mengetahui hal itu, Gandhari
mengutuki Krishna bahwa jika keluarganya binasa karena kejadian seperti itu,
maka keluarga Khrisna pun akan mengalami hal yang sama. Hal ini ditegaskan
Gandhari karena sebenarnya Krishna adalah satu-satunya pihak yang dapat
menghindarkan perang saudara itu, namun Krishna tidak mau berbuat demikian.
Sepanjang hidupnya,
Karna menikah dengan dua orang putri yaitu Vrushali dan Supriya. Dari dua istri
itu, Karna mempunyai sembilan orang putera yaitu Vrishasena, Sudaman,
Shatrunjaya, Dvipata, Sushena, Satyasea, Chitrasena, Susharma alias Banasena
dan Vrishakethu. Sudaman meninggal saat Karna mengikuti Swayamvara Draupadi.
Shatrunjaya dan Dvipata gugur di tangan Arjuna saat Dronacharya memimpin
pasukan Kaurawa. Sushena gugur di tangan Bhima, sedangkan Nakula mengalahkan
dan menjadikan gugur Satyasena, Chitrasena dan Susharma.
Vrishasena amat murka
mengetahui tiga orang adiknya gugur di tangah Nakula. Maka dalam suatu
kesempatan dia menghujani Nakula dengan aneka ragam senjata dan membuat Nakula
lari ke atas kereta Bhima serta meminta bantuan Arjuna. Arjuna pun meminta
bantuan Krishna untuk dapat mengalahkan Vrishasena. Namun Vrishasena adalah
pahlawan yang tangguh. Dia malah berhasil melukai lengan Arjuna dan Krishna.
Arjuna sangat geram sehingga bersumpah untuk menjadikan Vrishasena seperti
Abimanyu saat dikalahkan Kaurawa. Dengan 10 buah panah dan 4 panah berkepala
pisau, dia menghujani tubuh Vrishasena. Akibatnya, Vrishasena gugur dengan
kondisi mengenaskan kedua tangannya putus, kedua kakinya putus, dan kepalanya
pun putus, bahkan kedua telinganya yang dihiasi anting-anting pun putus.
Kematian Vrishasena jugalah yang menjadi pemicu menyerbunya Karna ke arah
kereta Arjuna begitu dia melihatnya.
Satu-satunya anak Karna
yang hidup dari perang Kurusetra adalah Vrishakethu. Dia pada akhirnya menurut
pada Pandawa. Bahkan dalam upacara Ashvamedha, dia mengiringi Arjuna berperang
melawan Sudhava dan Babruvahana. Selama acara itu, Vrishakethu menikahi putri
raja Yavanatha, raja dari sebuah kerajaan di Barat. Arjuna membimbing
Vrishakethu keponakannya itu menjadi seorang pemanah yang mumpuni.
Hal lain yang dapat
diceritakan dari Karna adalah ketika bertempur dengan Arjuna, seekor ular kobra
naik ke dalam kereta Karna dan memohon agar Karna mau menggunakan bisa dari
dirinya untuk memanah Arjuna. Hal ini dikarenakan dirinya dendam dengan Arjuna
yang pernah membakar sarangnya. Mendengar permintaan itu, Karna menolak dengan
tegas karena tidak mau mengkhianati rasa kemanusiaan dengan menggunakan bisa
ular di panah-panahnya.
Karna juga dipuji oleh
Bhishma dan Krishna karena kerendahan hatinya sekaligus memiliki kemauan yang keras
untuk meningkatkan kualitas dirinya. Dan hal ini jarang terdapat pada manusia
kebanyakan. Secara fisik, Karna dan Arjuna amat mirip. Keduanya bahkan dinilai
memiliki 5 persyaratan yang diminta oleh Draupadi sebagai suaminya. Keduanya
juga ahli dalam memanah. Dan Karna adalah orang yang rajin berdoa. Setiap
tengah hari dia selalu memuja Dewa Surya, ayahnya.
0 komentar:
Posting Komentar