Bangsa Indonesia sekarang ini masih dalam suasana pesta Demokrasi dan hampir semua warga yang sudah mempunyai hak pilih menyalurkan aspirasinya guna menentukan pemimpin untuk masa 5 tahun yang akan datang walaupun dalam kenyataannya masih banyak masyarakat yang tidak terdaftar dalam pemilihan. Tapi apa yang terjadi setelah pemilihan dilaksanakan? Tidak sedikit para anggota partai politik yang kurang puas terhadap hasil Pemilu, karena apa yang diharapkan dan yang diperkirakan semuanya meleset dan di luar dugaan.
Akhirnya muncul ketidakpuasan dan menyalahkan panitia pemilu, sistem pemilihan yang salah, masyarakat yang dirasa tidak berpartisipasilah dan lain-lain. Lalu pertanyaannya: apa sebenarnya yang dicari oleh semua orang berame-rame menjadi caleg? Dari sekian banyaknya caleg yang ingin menjadi anggota dewan pada dasarnya mempunyai komitmen dan tujuan yang baik bagi daerah pemilihan khususnya dan bangsa Indonesia ini pada umumnya. Hal ini dapat dilihat pada massa kampanye yang dilakukan, banyak janji yang disuarakan guna meraih simpati masyarakat. Yang perlu untuk dipahami adalah:
Kenikmatan bukan suatu tujuan.
Gambaran di atas adalah sebuah kisah dalam kehidupan pada masyarakat sekarang ini. Bagi masyarakat yang tidak berkecimpung di dunia politik, semua itu hanya waktu yang singkat dalam menyontreng guna menentukan pilihannya, setelah itu berita di semua media membahasnya. Dan jika diperhatikan semua itu berjalan hanya beberapa saat saja setelah itu kembali seperti biasa.
Masyarakat menjalankan aktivitasnya sesuai dengan bidangnya seperti semula. Kesimpulannya berarti sesuatu itu sifatnya sementara tidak perlu dijadikan suatu keterikatan. Seperti halnya kenikmatan dalam makanan, akan terasa enak dan lezat selagi masih di lidah setelah itu hilang. Kata Kenikmatan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah 1) merasa nikmat, 2) keenakan, 3) kesedapan. Dan kata nikmat itu sendiri berarti merasa puas. Jadi jangan jadikan kenikmatan itu suatu tujuan dan itu hanya semu. Ibarat memakan sesuatu akan terasa nikmat ketika makanan itu berada di lidah jika sudah di dalam perut makan hilanglah rasa nikmat itu.
Begitu banyaknya fenomena kerusuhan dan insiden terjadi di seluruh Nusantara selama masa pemilihan umum. Hal ini disebabkan karena ketidakpuasan sesaat yang hanya mengejar kenikmatan.
Dunia ini disebut juga moyopodo artinya dunia ini semu, dunia ini tidak kekal. Dalam Filsafat Jawa juga disebutkan Kahanan donya ora langgeng, mula aja ngegunakake kesugihan lan drajatira, awit samangsa ana wolak-waliking jaman ora ngisin-ngisini. Artinya ”keadaan di dunia tidak abadi, oleh karena itu jangan mengagung-agungkan kekayaan dan derajatmu, sebab bila sewaktu-waktu terjadi perubahan keadaan anda tidak akan menderita serta memalukan.”
Hindu mengajarkan Dharma yaitu kebenaran, kebenaran yang hakiki bukan kebenaran karena kelompok atau partai. Untuk itu kebenaran adalah suatu landasan pokok dalam melakukan sesuatu apapun itu.
Seseorang yang terjebak akan kenikmatan ibarat kisah orang Eskimo di kutub utara dalam menangkap srigala yaitu dengan cara melumuri pisau yang habis di asah dengan darah lalu menanamnya dalam es. Akhirnya datanglah srigala karena mencium darah dan dibongkarlah pisau yang tertanam tadi dan srigala tadi menjilat-jilat darah yang ada dipisau tadi dengan lidahnya. Karena dinginnya es tidak terasa lidah srigala itu terluka, sehingga darah terus keluar dan srigala makin semangat menjilatinya akhirnya srigala mati kehabisan darah.
Cerita di atas mengupamakan suatu hal tentang ketidakpuasan pada suatu kenikmatan sesaat yang akhirnya kenikmatan itu dapat menyakiti bahkan membunuh diri sendiri yang tidak pernah disadari oleh seseorang bahwa sesuatu adalah semu. Manusia dituntut untuk berprilaku yang baik atau sesuai dengan dharma. Filsafat Jawa mengajarkan; Gusti iku dumunung ana atining manungsa kang becik, mula iku diarani Gusti iku bagusing ati. Artinya ”Tuhan itu berada dalam hati manusia yang suci, karenanya Tuhan disebut pula sebagai hati suci.”
Harta, Tahta, dan Wanita
Demi menyalurkan aspirasinya, dengan perantara secarik kertas, dengan dalih akan merubah kehidupan masyarakat yang lebih baik, kawan bisa jadi lawan, saudara bisa jadi petaka. Nyawa siap dijadikan taruhan. Hal ini terjadi karena demi ’harta’ (kekayaan) yang telah dikeluarkan guna meraih suatu ’tahta’ atau kedudukan yang lebih tinggi serta kepemimpinan yang besar sehingga mempunyai ’kuasa,’ akan tetapi ketiga hal tersebut akan hancur dan lenyap karena ’wanita.’
Wanita di sini dalam arti filosofis. Wanita sebut juga dengan ’Hawa’ yang dalam bahasa Jawa artinya ’angin.’ Angin itu geraknya sangat lembut dan tidak dapat dilihat oleh mata, sepoi-sepoi semilir yang dapat membuat orang menjadi ngantuk dan terlena.
Jika seseorang sudah ngantuk dan terlena maka harta, tahta atau kuasa akan dibiarkan. Maka habislah sesuatu yang dulunya dicari dan dikumpulkan sekian lama hanya dengan beberapa saat.
Untuk itu jangan mudah terpancing, dan mudah tertarik pada suatu yang tidak kekal yang dapat menjadikan keterikatan. Yang menentukan sesuatu yang akan datang adalah diri anda sendiri bukan orang lain. Lakukanlah yang terbaik untuk kebaikan orang lain dan jangan jadikan keterikatan tentang apa yang anda lakukan itu. Dan jangan pernah menyesal terhadap apa yang telah anda lakukan, karena menyesali suatu perbuatan yang telah berlalu adalah suatu tindakan yang tiada guna dan menghabiskan waktu yang sia-sia.
Alangkah baiknya jika melakukan sesuatu yang berguna untuk orang lain dan lingkungan sekitar anda. Gunakan pikiran untuk melakukan sesuatu jika ingin lebih maju. Dan jangan terpaku pada suatu ingatan karena akan dapat membawa pada keterikatan masa lalu.
Ibarat mengendarai mobil, pandanglah ke depan, karena anda akan lebih tahu tentang jalan yang akan dilewati. Jangan melihat ke sepion saja karena yang terlihat adalah jalan yang sudah anda lewati dan tidak tahu apa yang akan dilewati di depan. Untuk itu pikiran akan membuat anda lebih maju dan maju.
Oleh: Purwadi
0 komentar:
Posting Komentar