Menurut Mahabharata, si kembar Nakula dan Sadewa memiliki
kemampuan istimewa dalam merawat kuda dan sapi.
Nakula digambarkan sebagai orang yang sangat menghibur hati. Ia juga teliti
dalam menjalankan tugasnya dan selalu mengawasi sifat jahil kakaknya, Bima, dan bahkan terhadap
senda gurau yang terasa serius. Nakula juga memiliki kemahiran dalam memainkan
senjata pedang.
Saat para Pandawa mengalami pengasingan di dalam hutan, keempat
Pandawa (Bima, Arjuna,
Nakula, Sadewa) meninggal karena meminum air beracun dari sebuah
danau. Ketika sesosok roh gaib memberi kesempatan kepadaYudistira untuk memilih salah satu dari keempat
saudaranya untuk dihidupkan kembali, Nakula-lah dipilih olehYudistira untuk hidup kembali. Ini karena Nakula
merupakan putra Madri, dan Yudistira—yang merupakan putra Kunti—ingin
bersikap adil terhadap kedua ibu tersebut. Apabila ia memilih Bima atau Arjuna,
maka tidak ada lagi putra Madri yang akan melanjutkan keturunan.
Ketika para Pandawa harus menjalani masa
penyamaran di Kerajaan Wirata, Nakula
menyamar sebagai perawat kuda dengan nama samaran Damagranti. Nakula turut
serta dalam pertempuran akbar di Kurukshetra,
dan memenangkan perang besar tersebut.
Dalam kitab Mahaprasthanikaparwa,
yaitu kitab ketujuh belas dari seri Astadasaparwa Mahabharata, diceritakan bahwa Nakula tewas dalam
perjalanan ketika paraPandawa hendak mencapai puncak gunung Himalaya. Sebelumnya, Dropadi tewas dan disusul oleh saudara kembar Nakula yang
bernama Sadewa. Ketika Nakula terjerembab ke tanah, Bima bertanya kepada Yudistira perihal alasan kematian Nakula. Yudistira
menjawab bahwa Nakula sangat rajin dan senang menjalankan perintah kita. Namun
Nakula sangat membanggakan ketampanan yang dimilikinya, dan tidak mau mengalah.
Karena sikapnya tersebut, ia hanya hidup sampai di tempat itu. Setelah
mendengar penjelasan Yudistira, maka Bima dan Arjuna melanjutkan
perjalanan mereka. Mereka meninggalkan jenazah Nakula di sana, tanpaupacara pembakaran yang layak, namun arwah Nakula mencapai
kedamaian.
Nakula
sebagai tokoh pewayangan Jawa.
Nakula dalam pedalangan Jawa disebut pula
dengan nama Pinten (nama tumbuh-tumbuhan yang daunnya dapat dipergunakan
sebagai obat). Ia merupakan putra keempat Prabu Pandudewanata, raja negara
Hastinapura dengan permaisuri Dewi Madri, putri Prabu Mandrapati dengan Dewi
Tejawati, dari negara Mandaraka. Ia lahir kembar bersama adiknya, Sahadewa atau
Sadewa. Nakula juga mempunyai tiga saudara satu ayah, putra Prabu Pandu dengan
Dewi Kunti, dari negara Mandura bernama Puntadewa (Yudistira), Bima alias
Werkudara dan Arjuna
Nakula adalah titisan Batara Aswin, dewa
tabib. Ia mahir menunggang kuda dan pandai mempergunakan senjata panah dan
lembing. Nakula tidak akan dapat lupa tentang segala hal yang diketahui karena
ia mepunyai Aji Pranawajati pemberian Ditya Sapujagad, Senapati negara Mretani.
Ia juga mempunyai cupu berisi Banyu Panguripan atau "Air kehidupan"
pemberian Batara Indra.
Nakula mempunyai watak jujur, setia, taat,
belas kasih, tahu membalas guna dan dapat menyimpan rahasia. Ia tinggal di
kesatrian Sawojajar, wilayah negara Amarta. Nakula mempunyai dua orang istri,
yaitu:
Dewi Sayati puteri Prabu Kridakirata, raja
negara Awuawulangit, dan memperoleh dua orang putra masing-masing bernama
Bambang Pramusinta dan Dewi Pramuwati.
Dewi Srengganawati, puteri Resi
Badawanganala, kura-kura raksasa yang tinggal di sungai Wailu (menurut
Purwacarita, Badawanangala dikenal sebagai raja negara Gisiksamodra alias
Ekapratala) dan memperoleh seorang putri bernama Dewi Sritanjung. Dari
perkawinan itu Nakula mendapat anugrah cupu pusaka berisi air kehidupan bernama
Tirtamanik.
Setelah selesai perang Bharatayuddha, Nakula
diangkat menjadi raja negara Mandaraka sesuai amanat Prabu Salya kakak ibunya,
Dewi Madrim. Akhir riwayatnya diceritakan, Nakula mati moksa di gunung Himalaya
bersama keempat saudaranya.
0 komentar:
Posting Komentar