Panca srada dasaring agami
Nembao hyang moho mulyo
Sucenono diri pribadi
Serada sepisanan ipun
Kaping pindo eleng maring uripe
Kaping telu karma pala
Ngunduh pakarti nipun
Kaping papat samsara tumitah
Ping limo kudu bali mring
Kamukswan jati
Iku arane sempurno
Kidung diatas
adalah salah satu kidung jawa yang populer dikalangan umat hindu etnis jawa
yaitu yang berjudul “Dandang gulo Panca srada”. Kidung tersebut
mengandung nilai religius yang sangat tinggi, dalam hal untuk meningkatkan
srada umat hindu. Jangankan me-nenbang- kannya, mendengarkan umat yang
sedang mengidungkannya saja kita akan dibuat “trenyuh” oleh makna-makna
didalamnya. ”Dandang gulo Panca Srada” tersebut memberitahu kita tentang
arti filosofis panca srada itu sendiri yang terangkai indah didalam baris demi
barisnya.
“Panca
srada dasaring agami”
Panca srada
adalah dasar utama bagi umat hindu. Apabila anda ingin membangun sebuah rumah
yang megah, tentu saja anda harus membuat pondasi-nya terlebih dahulu..
Tanpa pondasi yang kuat mustahil akan terbentuk rumah yang kokoh dan
megah. Begitu pula hindu, kita juga harus punya pondasi yang kuat yang
bernama panca srada. Panca srada harus menjadi keyakinan kita yang hakiki.
Tidak ada toleransi!! Kita harus memahami panca srada seutuhnya. Sebenarnya
kita harus berbangga karena telah mengenal konsep panca srada dari awal, karena
semua umat di semesta ini termasuk selain Hinduism akan terjerat pula dengan
isi panca srada yang mutlak, tanpa mereka sadari, selama ini mereka hanya
mengingkari saja, tapi hanya untuk sementara. Ingat! Hanya untuk sementara
saja!. Tuhan, atman, Karma phala, punarbhawa, dan moksa hanya dikupas dan
diyakini di hindu, Dan ini berlaku buat semua dan untuk selamanya (Sanatana
Dharma).
”Nembao
hyang moho mulyo”
Tuhan maha
mulya, Dia pemberi kita hidup, rejeki, ilmu, jodoh, bahkan kematian. AUM…
Ia
menciptakan langit dan bumi, ditengah-tengahnya wyoma (atmosfer) delapan
penjuru mata angin dan tempat abadi untuk air (Manawa dharmasastra I.13)
Hindu menyembah
kepada tuhan, saya rasa semua agama juga mempunyai tuhan seperti hindu. Tetapi
ada yang berbeda didalam hindu. Hindu berani mengklaim bahwa ada banyak nama
untuk menyebut tuhannya: indra, mitra,waruna, agni, garutma, suparna, Yama
dan matariswa, namun walaupun disebut banyak nama, sesungguhnya beliau Sang
Hyang Widhi itu hanya satu adanya (Eko narayanad na dwityo’sti kascit).
Sekarang kita logikakan mengapa harus ada nama Allah SWT, Bapa kami di surga
,atau Sang budha??? Tentu saja ini masih dapat kita dapatkan benang
merahnya dari pernyataan diatas tersebut. Pemberian nama tuhan yang berbeda
tersebut tergantung kepada tugas dan fungsi-Nya. Saat Beliau mencipta beliau
bernama Brahma, saat beliau memelihara alam semesta beliau diberi gelar Wisnu,
begitu pula seterusnya. Disini hindu tidak memasung umatnya untuk mengaku
kepada satu nama tuhan saja, disinilah letak salah satu sifat keluwesan
agama hindu yang memberikan demokrasi kepada umatnya.
“Kaping
pindo eleng maring uripe”
Penekanan dasar
agma yang kedua disini lebih tertuju bahwa didalam hidup/urip terdapat atman
yang abadi. Atman merupakan sumber hidup dalam diri mahluk dan manusia. “ ia
tidak pernah lahir, pun juga tidak pernah mati atau setelah ada tidak’kan
berhenti ada, ia tidak dilahirkan, kekal abadi sejak dahulu, dan tidak mati
pada saat badan jasmani mati”. Sifat dari atma itu sendiri sama dengan
keadaan dan sifat sumbernya yaitu Brahman atau paramatma yaitu Sang Hyang Widhi
Wasa. Yang menjadi pertanyaan kita sekarang adalah benarkah atman kita akan
dicabut oleh malaikat pencabut nyawa saat kita meninggal dunia
kelak??????
“Kaping
telu karma pala, Ngunduh pakarti nipun”
Dasar agama yang
ketiga adalah karma phala atau yang lebih ngetren dengan istilah hukum
karma. Istilah ini sangat populer di telinga kita karena sering kali orang
mengatakan ‘Kamu akan akan terkena hukum karma??’ . Kata-kata itu sering
kali diucapkan saat orang sedang menderita atau yang katanya terkena azab ,
baik dari orang hindu maupun non hindu Mereka sebenarnya sadar dan mengakui
kebenaran hukum karma phala dalam hati nurani mereka. Tetapi mereka mengingkari
atau menolak untuk mengulasnya lebih dalam, karena takut akan meruntuhkan teori
dari keyakiunannya sendiri yang menganggap hukum karma phala adalah
fiktif belaka. Siapa yang berbuat dia juga akan memetik hasilnya. Itu harga
mati!! Semua buah perbuatan kita tak seorang pun mampu menghindar. “Yektine
menandur bakal den undhuh” . sebenarnya kita menanam yang akan kita petik
sendiri. Bhartrihari pun dalam niti sataka-nya menyebut kan bahwa Tidak ada
satu pun mahluk hidup yang bisa lepas dari pengaruh hukum karma pala, Bahkan
dewa brahma menciptakan dunia atas pengaruh karma, dewa wisnu pun terjebak
dalam lingkaran karma sehingga ia pun sepuluh kali lahir ke dunia ini dalam
wujud awatara. Demikian pula dewa siwa pun tidak lepas dari lingkaran karma
yang membuat ia menjadi pengemis. Dengan demikian kehebatan karmalah yang
kita paling akui dan karma adalah hal yang tertinggi.
“Kaping
papat samsara tumitah”
Dasar agama
hindu yang keempat adalah samsara/punarbhawa/reinkarnasi. Punarbhawa sendiri
tidak akan bisa terlepas dari teori karma phala maupun konsep surga dan neraka.
Ketiganya sangat berkaitan dan dapat ditarik suatu benang merahnya.
Mengapa ada
orang yang terlahir buta? Mengapa ada orang yang terlahir cacat tanpa tangan
maupun kaki? Mengapa dia cantik saya jelek? Mengapa dia bisa kaya sedangkan
saya tetap saja miskin walau sudah mati-matian mencari uang? Adilkah ini? Tuhan
tidak adil! ini fenomena yang ngiris Tapi tidak buat hindu.
Didalam hindu semua dijawab dengan relevan bahwa ada hubungan yang sangat
erat antara kehidupan dahulu, sekarang, dan yang akan dating. Perbuatan (karma)
itulah menjadi rahim kelahiran. Semua tergantung amal dan perbuatan kita.
Didalam pustaka suci dikatakan, bahwa orang yang meninggal itu sesungguhnya
sama dengan orang yang ganti baju, kita akan membuka pakaian kita yang
sudah kotor kemudian berganti dengan pakaian yanag baru dan bersih. Sekarang
kesempatan kita untuk memperbaiki karma wasana kita. Berjalanlah dalam jalan
dharma, jangan buang kesempatan ini, hidup kita kali ini adalah ibarat remedial
hasil ujian kita dahulu yang nilainya kurang memuaskan. “Jro tumitah jejeg
jejer jalma, yektine mung mampir ngombe”. Selagi kita menjadi manusia
sebenarnya sekedar mampir minum. Dan atma akan dilahirkan berulang kali
sebelumnya tercapainya moksa.
“Ping limo
kudu bali mring kamukswan jati”
Yang kelima atau
yang terakhir adalah harus kembali ke Brahman yang suci (moksa). Denagn
bersatunya kembali atman denagan sumbernya yaitu paramatma atau Sang
Hyang Widhi maka berakhirlah proses atau linkaran reikarnasi bagi atman, finislah
pengembaraan atman itu yang telah berulang kali lahir di dunia ini dan tercapailah
kebahagiaan yang kekal abadi, di sini kita telah merdeka tidak ada penjajah
lagi, kita sudah merdeka!!! Pertanyaannya adalah mampukah kita mencapai
moksa ataukah ini semua hanya konsep semata yang tidak bisa direalisasikan???
Tentu tidak. Banyak jalan menuju roma, banyak jalan untuk mencapai moksa,
banyak pilihan kendaraan yang bisa kita gunakan untuk pergi ke kota “moksa”.yaitu
menggunakan agen P.O Catur marga yoga. Semuanya bergantung minat dan
kemampuan kita. Mau dengan berbuat kebajikan untuk membebaskan diri dari ikatan
duniawi ( karma yoga), mempersembahkan cinta kasih yang mendalam kepada
Sang Hyang Widhi Wasa (bhakti yoga), Pengetahuan suci (jnana yoga),
ataukah dengan tapa,brata, samadhi( raja yoga) monggo kerso. Tapi ingat
saat kita pergi dengan kendaraan jangan lupa untuk bertanya kepada sopir
tentang daerah tujuan dan kondisi jalan yang bakal kita lalui, agar kita paham
dan tidaktersesat nantinya. Dan tidak lupa, patuhilah pula aturan-aturan
berlalu lintas yang berlaku.
Demikianlah lima
dasar agama hindu yang tertuang didalam kidung jawa “Dandang gulo panca
srada”. jika semuanya ada atau kompleks dalam diri kita semua maka ‘IKU
ARANE SEMPURNO… ‘
Matur nuwon.
Oleh:
Priyo anggoro
0 komentar:
Posting Komentar