Loading...

MENJADI I SIAP SELEM YANG CERDIK

Ilustrasi siap selem

Ketika saya masih kecil, setiap menjelang tidur kakek saya selalu menceritakan sebuah dongeng kepada saya. Salah satu dongeng itu adalah dongeng tentang I Siap Selem. Secara garis besar kira-kira dongengnya seperti ini. Pada suatu hari I Siap Selem mengajak delapan ekor anak-anaknya ke hutan untuk mencari makanan. Saking asyiknya, tanpa terasa hari telah sore dan hujan deras, sungaipun banjir. Akhirnya I Siap Selem mengajak anak-anaknya untuk bermalam di tengah hutan. Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh kehadiran si Musang, yang menawarkan untuk menginap di rumahnya. I Siap Selem berusaha menolak tawaran Musang. Namun karena desakan anak-anaknya dan anak bungsunya belum cukup berbulu untuk menahan dingin, akhirnya I Siap Selem menerima tawaran Musang. 
“Baiklah Musang, terima kasih atas kebaikanmu, kami akan menginap di rumahmu.”kata I Siap Selem dengan basa-basi. I Siap Selem menyuruh anak-anaknya berkumpul di dekat pintu, berbisik agar anak-anaknya tidak tidur. Tidak beberapa lama, Musang tertidur. I Siap Selem mengajak anak-anaknya mengumpulkan batu dan ditutupi dengan daun-daunan. Mereka pun berjalan mengendap-endap ke tepi sungai. Lalu ia menyuruh anak-anaknya terbang menyeberangi sungai, satu persatu. Berrr………gdebuk!! Musang terbangun kaget mendengar suara itu, bertanya, “Suara apa itu Siap Selem? “Dahan kelapa, Musang” jawab I Siap Selem sekenanya. Tujuh anaknya telah menyeberang, kini giliran anak bungsunya. Namun karena sayapnya belum tumbuh, ia belum bisa terbang. I Siap Selem menyuruh anak bungsunya untuk naik ke punggung, namun I Siap Selem berat untuk menyeberang. Akhirnya dengan berat hati ia berkata kepada anaknya, “Nak, ibu terpaksa meninggalkanmu di sini. Engkau harus bisa bertahan di sini sampai sayapmu kuat dan bisa terbang. Ibu dan saudara-saudaramu akan selalu menunggumu di seberang.” “Baiklah ibu, saya akan berusaha bertahan.” jawab si bungsu polos. 
Pagi pun tiba. Musang bangun sambil mengendap-endap. Ia mendekati tumpukan batu yang dikiranya I Siap Selem dan anak-anaknya. Dan ia menerkam. “ Aooo…..!!!” Musang berteriak kesakitan. Mulutnya berdarah-darah. Dibukanya tumpukan dedaunan itu, ternyata ia  menerkam batu. Sambil marah-marah Musang berjalan ke tepi sungai. Tanpa disengaja ditendangnya batok kelapa tempat si bungsu bersembunyi. Maka tertangkaplah si bungsu oleh Musang. Ketika Musang hendak memangsanya, si bungsu berkata, “Paman Musang, sekarang saya masih terlalu kecil untuk dimakan dan paman pasti tidak akan kenyang. Jika paman memelihara saya hingga dewasa, tentu paman akan kenyang. “Ah, benar juga,” pikir Musang. Maka dipeliharalah si bungsu oleh Musang. 
Singkat cerita, maka si bungsu sudah besar dan gemuk. Sayapnya juga sudah berbulu. Mengetahui demikian, maka Musang mengingatkannya. “Hai bungsu, kau sudah besar sekarang. Sudah saatnya aku memakanmu. Katakan permintaan terakhirmu sebelum engkau ku makan.” kata Musang kepada si bungsu. “Baiklah paman, karena aku belum bisa terbang, tolong ajari aku terbang. Paman lontar-lontarkan aku ke atas, sampai aku bisa terbang.” Musang menyanggupi. “Saya hitung paman…satu…dua…tiga…” berrrr! Musang melontarkan si bungsu. Namun ia jatuh lagi dan diulangi lagi. Hingga akhirnya si bungsu bisa terbang. “Paman…saya sudah bisa terbang sekarang, biar lebih sempurna, lontarkan saya sekali lagi. Saya ingin terbang tinggi.” Maka dilontarkanlah si bungsu tinggi-tinggi oleh Musang. Berrr……… Si bungsu terbang tinggi menyeberangi sungai. Sambil terbang ia berteriak kepada Musang. “Paman Musang…..terima kasih sudah membesarkan saya dan mengajari terbang. Sekarang saya akan pulang. Sampai jumpa paman…..! Musang lemas, ia baru sadar bahwa dirinya diakali oleh seekor anak ayam. Akhirnya Musang pulang ke sarangnya dengan perut lapar. Demikianlah kira-kira sekilas tentang cerita I Siap Selem. 
Cerita ini bukan sekedar cerita, jika kita mau mencermatinya, ada pelajaran yang bisa kita petik. Sebenarnya siapakah I Siap Selem dan anak-anaknya dalam cerita ini? Mohon maaf sebelumnya, kalau boleh saya mengumpamakan, Siap Selem dan anak-anaknya itu adalah kita, umat Hindu. Saat ini kita kita sedang berada di tengah hutan yang penuh dengan bahaya mengancam. Sebagai Siap Selem, kita harus selalu berhati-hati dan waspada. Kita harus tanggap terhadap tanda-tanda bahaya yang datang. Karena kita tidak tahu kapan dan dari arah mana bahaya itu akan datang. Dan saat ini bahaya sudah ada di lingkungan kita. Kita sudah kecolongan tanpa kita sadari.  
Seperti yang saya baca di Media Hindu edisi ke-53 tentang saudara-saudara kita di Tengger yang sudah mulai terusik oleh aksi-aksi tetangga. Saudara-saudara kita di Tengger yang sebelumnya 100% beragama Hindu, kini sudah mulai ada yang berpindah ke rumah tetangga. Tentu hal ini merupakan sebuah ancaman, karena secara terang-terangan tetangga datang melakukan dakwah kepada saudara-saudara kita di Tengger. Sebagai I Siap Selem, maka kita tidak boleh berdiam diri dalam menyikapi hal ini. Kita harus berfikir dan menemukan cara bagaimana menanganinya dan bertindak tanpa harus terjadi keributan. Tidak akan ada orang lain yang akan bertindak menyelamatkan diri kita dari Musang. Jadilah diri kita Siap Selem yang cerdas. Dan sebagai sesama umat Hindu, kita harus memberi semangat dan dorongan moral agar saudara-saudara kita di Tengger bisa kebal terhadap gangguan-gangguan dari luar. Semangat Tat Twam Asi harus kita hidupkan di dalam diri kita. Untuk melakukan ini, tentu harus ada yang memberi naungan dan mengarahkan. Di sinilah peran PHDI sebagai lembaga tertinggi agama Hindu diperlukan. Mari kita menjadi I Siap Selem yang cerdas.

Oleh : Komang Sumertawan

0 komentar:

Posting Komentar

 
TOP